Jakarta (ANTARA News) - Mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh meminta Hendarman Supandji yang menggantikannya, tidak melupakan penyelesaian perkara pembunuhan pejuang HAM Munir. "Jangan lupakan kasus Munir. Ini utang kita semua. Pejuang HAM kita diracun di maskapai penerbangan nasional," kata Abdul Rahman Saleh dalam sambutannya usai upacara Serah Terima Jabatan Jaksa Agung di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Rabu sore. Menurut Arman, demikian mantan hakim agung itu biasa disapa, peristiwa meninggalnya Munir dengan cara tidak wajar merupakan skandal yang paling memalukan terlebih bagi penegak hukum Indonesia. Lebih lanjut ia mengatakan, saat masih menjabat Jaksa Agung, dirinya telah berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol. Sutanto untuk mencari novum terkait rencana pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung dalam perkara pembunuhan Munir dengan terdakwa mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto yang dinyatakan tidak terbukti terlibat dalam pembunuhan pejuang HAM itu. Kejaksaan dan Kepolisian, kata Arman, telah mencari pelaku yang harus bertanggungjawab atas perbuatannya dan harus dihukum. Sebelumnya, terdakwa Polly dijatuhi vonis 14 tahun penjara oleh PN Jakarta Pusat karena dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir. Namun, vonis kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) pada 3 Oktober 2006 membebaskan Pollycarpus dari dakwaan melakukan pembunuhan berencana dan hanya dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara dikurangi masa tahanan. Menanggapi putusan kasasi itu, Kejaksaan Agung selaku penuntut umum bekerjasama dengan Kepolisian RI selaku penyidik yang telah mengolah bukti di antaranya adanya catatan 41 kali hubungan melalui ponsel antara Polly dengan salah satu pejabat BIN, Muchdi PR. Kejaksaan Agung juga telah membentuk tim khusus PK perkara pembunuhan Munir, yang diketuai JAM Pidum. Polly telah bebas dari masa pidana di LP Cipinang, Jakarta Timur pada 25 Desember 2006 atau tiga bulan lebih awal dari jadwal (Maret 2007) karena mendapat remisi khusus Natal satu bulan dan remisi susulan dua bulan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007