Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin M Said mengingatkan bahwa Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yang sedang dibahas oleh DPR adalah untuk menjadikan air sebagai kepentingan umum yang memberikan manfaat kepada seluruh warga.
Muhidin M Said dalam rilis, Jumat, juga mengingatkan bahwa banyak kalangan masyarakat seperti yang berada di pulau-pulau kecil atau di wilayah pedesaan yang terpencil yang kerap memiliki kesukaran dalam memenuhi kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari.
Untuk itu, ujar dia, dalam RUU Sumber Daya Air adalah bagaimana air tidak hanya menjadi obyek tetapi subyek bagi kepentingan umum dan masyarakat keseluruhan.
"Banyak yang mendapatkan air apa adanya dan membeli air yang sangat mahal harganya. Padahal air ini sebagaimana diamanatkan UUD 1945 kita bahwa seluruh sumber daya alam, air dan udara serta yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan bangsa dan negara," katanya.
Politisi Partai Golkar itu juga menegaskan, dalam RUU Sumber Daya Air itu akan dirumuskan bagaimana peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar mengawal kepentingan umum tersebut sehingga bisa benar-benar bermanfaat bagi seluruh warga.
Komisi V DPR juga telah menggelar diskusi terkait RUU tersebut seperti dengan mendatangi Kampus Universitas Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (30/3).
Draf RUU Sumber Daya Air sedang disusun guna menggantikan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2015.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai praktik privatisasi dan komersialisasi sumber daya air tidak sesuai dengan konstitusi yang menjamin seluruh warga mendapatkan berbagai hak dasar mereka.
"Air bersih adalah hak dasar warga negara seperti yang tertuang pada Pasal 27 ayat 2 UUD 1945," kata Pelaksana Sekretaris Jenderal Kiara Arman Manila, Rabu (22/3), dalam pernyataan menyambut Hari Air yang diperingati di seluruh dunia setiap tanggal 22 Maret.
Namun yang terjadi saat ini, menurut Arman Manila, adalah maraknya privatisasi serta minimnya sarana pelayanan sehingga di kampung-kampung nelayan, masyarakat harus membeli air bersih setiap hari.
Dia mengingatkan bahwa meski tiga perempat dari permukaan bumi ditutupi dengan air, namun 98 persen adalah air asin dan tidak bisa dikonsumsi, dan kurang dari satu persen adalah air tawar yang bisa dikonsumsi.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB atau FAO juga telah memperkirakan kebutuhan tiap orang terhadap air minum bersih sebanyak 2-4 liter per hari.
Di sisi lain, untuk memproduksi makanan sebanyak satu orang per hari membutuhkan air sebanyak 2.000-5.000 liter.
Dia juga menyebutkan bahwa masyarakat pesisir yang tinggal di sebanyak 10.666 desa pesisir harus mengeluarkan biaya besar sekedar untuk mengonsumsi air bersih.
"Di kampung nelayan Muara Baru dan Marunda, Jakarta Utara, untuk memenuhi kebutuhan minum dan memasak, keluarga nelayan harus membayar sebesar Rp10.000 untuk mendapatkan air bersih sebanyak 100 liter tiap harinya. Padahal, penghasilan mereka hanya Rp 25.000/hari atau Rp 750.000 dalam sebulan," katanya.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017