Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota DPRD Kotamadya Bontang, Kalimantan Timur, Hamsyah MD, kembali mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta agar dirinya segera ditahan. Hamsyah yang didampingi rekannya dari Bontang Corruption Watch (BWC), Sumijan, serta beberapa pendukungnya, dalam aksi keduanya ini mendatangi Gedung KPK di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu. Hamsyah bermaksud mengembalikan uang Rp1,3 juta yang diakuinya sebagai sisa dari uang korupsi dana asuransi DPRD Kotamadya Bontang yang pernah diterimanya senilai Rp74,9 juta. Hamsyah juga membawa bukti transaksi tanah seluas 30 ribu meter persegi yang diakuinya dibeli pada 2003 senilai Rp50 juta dari uang hasil korupsi dana asuransi tersebut. Namun, staf pengaduan masyarakat KPK hanya menerima pengaduan dugaan korupsi dana asuransi untuk walikota, wakil walikota, dan 25 anggota DPRD Kotamadya Bontang periode 1999-2004, senilai Rp2 miliar, dari Hamsyah. KPK tidak bisa menerima pengembalian uang dari Hamsyah dengan alasan barang bukti baru bisa disita setelah kasusnya berada pada tahap penyidikan. Setelah mendatangi Gedung KPK di Jalan Juanda, Hamsyah dan rombongannya kemudian menuju Gedung KPK di Jalan Veteran. Di depan pintu gerbang Gedung KPK, Hamsyah kemudian berorasi meminta agar KPK segera menangkap dirinya karena telah menikmati uang korupsi. Dalam orasinya, Hamsyah menantang agar KPK segera mengungkap kasus dugaan korupsi dana asuransi dan menjadikan dirinya sebagai tersangka. "Saya siap diperiksa dan ditangkap, karena turut menerima uang itu. Yang penting, kasus ini dapat terungkap," kata Hamsyah. Aksi tersebut adalah yang kedua kalinya dilakukan oleh Hamsyah, setelah ia mendatangi KPK pada 15 Januari 2007. Saat itu, Hamsyah juga membawa barang bukti penerimaan uang dan meminta agar dirinya ditangkap. Hamsyah juga pernah berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, meminta agar KPK mengungkap kasus dugaan korupsi dana asuransi Kotamadya Bontang. Modus operandi korupsi dana asuransi itu, menurut Hamsyah, dengan cara mencairkan dana sekretariat daerah yang diperuntukkan bagi biaya kesejahteraan pegawai, menjadi biaya uang asuransi bagi pimpinan dan anggota DPRD. Menurut dia, hal itu bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.903/2477/SJ tertanggal 5 Desember 2001, yang menyatakan penyediaan belanja DPRD tidak dibenarkan dianggarkan pada bagian atau pos-pos lainnya. Ia menambahkan asuransi bagi pimpinan dan anggota DPRD sebenarnya sudah dialokasikan dalam pos dana pemeliharaan kesejahteraan pimpinan dan anggota DPRD, dalam anggaran DPRD Kotamadya Bontang. Namun, lanjutnya, dana asuransi untuk walikota, wakil walikota, dan 25 anggota DPRD Kotamadya Bontang, justru diambil dari pos kesejahteraan pegawai dalam anggaran sekretaris daerah Kotamadya Bontang. Padahal, Hasyim mengatakan uang kesejahteraan bagi pemeliharaan kesehatan atau asuransi pimpinan dan anggota DPRD untuk 2002 telah terealisasi sebesar Rp270 juta. "Dengan demikian, berarti ada indikasi penggelapan atau dobel anggaran," ujarnya. Badan Pengawasan Kota (Bawaskot), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menurut Hasyim, telah menemukan penyimpangan pembiayaan asuransi kolektif bagi walikota, wakil walikota, dan 25 anggota DPRD itu dalam hasil pemeriksaannya pada 23 April 2004. Walikota, wakil walikota, dan 25 anggota DPRD, kata Hasyim, telah menerima uang hasil pencairan polis asuransi tersebut menjelang berakhirnya masa jabatan mereka pada 5 Agustus 2004. Masing-masing, menurut Hasyim, menerima Rp74,9 juta yang terdiri atas nilai uang pertanggungan Rp25 juta dan premi selama tiga tahun Rp24,9 juta, sehingga nilai total yang dikeluarkan untuk 27 orang sebesar Rp2,022 miliar. Kepada KPK, Hasyim meminta agar mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dana asuransi walikota dan wakil walikota, serta 25 anggota DPRD Kota Bontang periode 1999-2004 itu, karena sudah lebih dari satu tahun ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bontang sejak Desember 2005, namun tanpa penanganan yang jelas.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007