Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) diminta membatalkan keputusan direktur jenderal (Dirjen) pajak pada 2004 yang menyetujui permohonan Bank Central Asia (BCA) agar kredit bermasalah (non-performing loan/NPL)-nya sebesar Rp5,6 triliun yang ada di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tidak dijadikan obyek pajak. "Saat ini saya sedang menyiapkan surat untuk dikirimkan ke Mahkamah Agung, pengadilan pajak, Komisi XI DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Jaksa Agung," kata Direktur Center of Banking Crisis, A Deni Daruri di Jakarta, Rabu. Menurut dia, karena keputusan Dirjen Pajak menyetujui permohonan BCA yang merupakan bank rekap itu, negara dirugikan dalam penerimaan pajak sekitar Rp1,7 triliun. Ia menjelaskan bahwa potensi kerugian negara itu akan makin membesar sehubungan saat ini bank-bank rekap lain seperti Bank Danamon, BII, Bank Niaga, Bank Permata dan Bank Lippo sedang mengantri di MA untuk meminta fatwa agar mereka menerima perlakukan pajak yang sama. "Kerugian akan makin membesar jika bank-bank pemerintah juga ikut-ikutan seperti bank-bank rekap itu," katanya. Untuk itu, Deni berharap agar menteri keuangan (Menkeu) juga mengajukan permintaan yang sama kepada MA agar membatalkan keputusan Dirjen Pajak yang waktu itu dijabat oleh Hadi Purnomo, serta menugaskan Dirjen Pajak saat ini untuk menagih pajak terutang itu. Menurut dia, upaya yang dilakukannya adalah selain untuk pemulihan ekonomi, juga untuk mengetahui apakah ada indikasi tindakan pidana korupsi dalam keputusan tersebut. Ia mengakui bahwa perundang-undangan memang memungkinkan bagi Dirjen Pajak untuk memberikan keringanan pajak kepada wajib pajak. Namun, katanya, itu diberikan jika tidak merugikan keuangan negara. Deni juga minta agar Menkeu dan Dirjen Pajak menjelaskan secara rinci persoalan tersebut.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007