Jakarta (Antara) - Keterlibatan daerah dalam industri hulu minyak dan gas bumi (migas) didukung penuh oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Hal ini diungkapkan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi dalam sambutan pembukaan “Temu Usaha Hulu Migas dengan Para Pengguga Gas” Rabu (29/3) di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
“Seluruh pihak harus berkomitmen untuk mewujudkan bagaimana membangun daerah dari potensi migas yang dimiliki,” kata Amien. Hadir pada kesempatan tersebut Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, Bupati Banggai, Herwin Yatim, dan puluhan pengusaha pengguna gas tingkat nasional dan daerah.
Dia menjelaskan, daerah penghasil migas akan menerima dana bagi hasil (DBH) dan peluang mendapatkan participating interest (PI) maksimal 10 persen. Namun, potensi mendapatkan efek berganda (multiplier effect) dari kegiatan hulu migas tidak hanya itu. Adanya proyek hulu migas diharapkan dapat melibatkan badan usaha milik daerah (BUMD) dan perusahaan swasta daerah untuk mendapatkan pekerjaan sesuai kemampuan masing-masing. Lapangan pekerjaan pun bertambah cukup signifikan. Dicontohkan, proyek Banyu Urip di Wilayah Kerja Cepu di Bojonegoro yang sudah berhasil mendapatkan banyak manfaat.
Amien mengingatkan, di beberapa daerah lain yang memiliki cadangan migas, justru meningkatkan ego regional dan sektoral. Diharapkan, ke depan, rasa ego ini bisa diredam. Kuncinya kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah kabupaten dan provinsi, serta investor, dan pemangku kepentingan lainnya. “Daerah bukan menjadi obyek bisnis, namun didorong menjadi subyek agar tumbuh dan mandiri,” katanya.
Berdasarkan data SKK Migas, pasokan gas di Kabupaten Banggai mencapai 415 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dengan masa produksi hingga tahun 2027 yang berasal dari Lapangan Senoro dan Lapangan Cendanapura yang dikelola JOB Pertamina-Medco E&P Tomori sebesar 310 MMSCFD dan Lapangan Matindok yang dikelola Pertamina EP sebanyak 105 MMSCFD. Pemanfatan alokasi gas tersebut sebesar 335 MMSCFD untuk Donggi Senoro LNG; 55 MMSCFD untuk PT. Panca Amara Utama guna mendukung kebutuhan pupuk; 5 MMSCFD ke PT. PLN untuk kelistrikan Kabupaten Banggai; dan 20 MMSCFD untuk PT. PLN.
Selain Banggai, Sulawesi Tengah juga memiliki Lapangan Tiaka, yang dikelola JOB Pertamina-Medco E&P Tomori yang gas suar (flare gas) sebesar 3-6 MMSCFD dimanfaatkan oleh BUMD Kabupaten Morowali guna sektor kelistrikan.
Gubernur Sulawesi Tengah menegaskan besarnya potensi migas di wilayahnya. Dia berharap seluruh pihak berpegang teguh pada asas keseimbangan dan keterbukaan dalam memanfaatkan besarnya potensi ini. “Jangan sampai masyarakat Sulawesi Tengah seperti peribahasa jangan jadi tikus yang mati di lumbung padi,” katanya. Dia merujuk pada banyaknya ekspor gas alam cair, namun disisi lain kebutuhan masyarakat belum terpenuhi.
Dia menjelaskan, elektrifikasi kelistrikan di Sulawesi Tengah sekitar 75 persen. Di Kabupaten Banggai Laut angkanya baru 50 persen. Di Kabupaten Morowali Utara terdapat industri nikel yang saat ini tengah membangun dan merencanakan setidaknya lima smelter. Permasalahan kebutuhan gas bumi di wilayah sekitar Kabupaten Banggai ini diharapkan dapat dicarikan solusi. Salah satunya, alokasi sebesar 5 MMSCFD yang diperuntukan untuk kelistrikan Banggai yang belum terserap oleh PLN hingga saat ini. “Mari sama-sama mengatasi masalah-masalah ini, khususnya kelistrikan,” kata Longki.
Sementara itu, Bupati Bangui berjanji memberi kemudahan investasi untuk investor hulu migas. “Aspek perizinan, pertanahan, dan sosial akan kami dukung penuh,” kata Herwin.
Menurutnya, adanya industri hulu migas telah berdampak positif pada perkembangan ekonomi di Sulawesi Tengah, khususnya Banggai. “Diperlukan upaya sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan stakeholder untuk lebih mengoptimalkan potensi yang ada ini,” katanya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2017