Direktur Pusat Kajian Bela Negara dan Pengembangan Masyarakat (Puska BNPM) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Dr. Kusumajanti di Jakarta, Rabu mengatakan, informasi yang menerpa kehidupan mereka sehari-hari harus disikapi secara cermat dan teliti, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan yang mereka terima.
"Jika hal itu dilakukan oleh seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, maka kekhawatiran terjadinya intoleransi dan disintegrasi bangsa akibat dari perkembangan teknologi komunikasi tidak akan terjadi," katanya.
Pada 2017 eMarketer memperkirakan netter Indonesia mencapai 112 juta orang, yang mana fenomenanya, saat ini di Indonesia adalah pengguna media berbasis Internet didominasi oleh generasi muda.
Baca juga: (Cerdaslah sikapi informasi dan berita di media sosial)
Kusumajanti mengatakan, di Indonesia saat ini banyak peristiwa, isu maupun gosip yang diberitakan bukan hanya melalui media mainstream, akan tetapi juga melalui media sosial.
Beragam permasalahan mulai dari masalah ketidakadilan pemberlakuan hukum dan penegakannya, hingga masalah ketidakadilan pada pemerataan sosial, ekonomi pendidikan dan lainnya, semua terangkum menjadi satu, sehingga membuat suasana tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin terlihat tidak menentu, bahkan meresahkan masyarakat.
"Hal ini pada akhirnya menjadikan sebuah nilai keutuhan bangsa ini dalam Persatuan dan Kesatuannya tidak utuh lagi. Segala gesekan kecil maupun persinggungan yang sepele, selalu dijadikan bahan untuk model kekerasan. Dan bahkan sering pula dijadikan bahan isu untuk produk politik dari para kelompok politisi dan partai-partai di negara ini," kata dosen FISIP itu.
Baca juga: (Hal-hal "gila" ini terekam di medsos)
"Semua orang seakan bebas untuk menyampailan pendapatnya di media sosial sebagai akibat tidak adanya kontrol. Dengan demikian, tawuran yang dulu dilakukan secara fisik, saat ini terjadi di dunia maya. Bahkan hal yang lebih ekstrem lagi, para pengguna media sosial tidak lagi dapat membedakan dan memilah mana informasi yang benar dan mana yang salah. Padahal informasi yang salah, akan menyesatkan para pembacanya," kata Kusumajanti.
Mencermati kondisi tersebut, memang dibutukan kearifan dari para pembaca yang dilandasi oleh agama, kebersamaan, berpikiran positif terhadap informasi yang mereka terima.
"Keutuhan bangsa menjadi tanggungjawab kita bersama. Menyikapi beragam informasi secara bijak dan selektif sangat dituntut bagi para penerima informasi khususnya generasi muda," katanya.
Kusumajanti memberi contoh, banyak informasi yang beredar berkaitan dengan isu pencalonan Gubernur DKI Jakarta beredar dalam media sosial. Pesan-pesan yang dikirim atau diposting dalam group tersebut bersifat pribadi hanya untuk konsumsi anggota grup tersebut.
Baca juga: (Media sosial dorong hasrat liburan)
"Hal ini yang justru membahayakan, bahkan dapat menciptakan disintegrasi bangsa dikarenakan sistem jaringan komunikasi yang dijalankan oleh masing-masing anggota. Informasi yang cenderung menyesatkan dan memprovokasi pihak tertentu justru beredar di dunia maya secara "liar".
Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mengkampanyekan penggunaan teknologi komunikasi berbasis internet yang sehat dan berdampak positif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Generasi muda memiiki peran yang sangat penting dan besar dalam menghindari terjadinya intoleransi dan disintegrasi bangsa," katanya.
Baca juga: (Kementerian ESDM resmikan website dan media sosial)
Pewarta: Subagyo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017