Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean mengatakan jumlah tersebut relatif tinggi mengingat KUPVA tak berizin dipetakan BI jumlahnya 783. Dengan demikian 87 persen dari total jumlah KUPVA di Indonesia belum berizin.
Menurut data BI, hingga 24 Maret 2017 baru 44 KUPVA yang mengajukan izin, 59 KUPVA berminat mengajukan izin, dan tujuh telah menutup usahanya.
"Jadi yang 680 ini yang belum jelas apakah mau ditutup atau tetap buka. Kami mohon mereka segera mengambil sikap," kata Eni saat menyampaikan paparan di Kantor Polda Jawa Tengah, Semarang.
Dari segi kuantitas, jumlah KUPVA tak berizin didominasi oleh KUPVA yang beroperasi di Pulau Jawa (416) diikuti Sumatera (184).
KUPVA tak berizin di Bali dan Nusa Tenggara tercatat 90 dan di Kalimantan 82. Sementara di Sulawesi, Maluku, dan Papua jumlahnya 11 KUPVA.
KUPVA BB merupakan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan penukaran dengan mekanisme jual dan beli Uang Kertas Asing (UKA) serta pembelian Cek Pelawat. KUPVA BB merupakan tempat alternatif selain bank untuk menukarkan valuta asing.
Peraturan perizinan KUPVA BB ditetapkan agar Bank Indonesia bisa efektif melakukan pengawasan dan mendukung pengembangan industri yang sehat dan efisien.
Sejak terbitnya Peraturan Bank Indonesia mengenai KUPVA BB, Bank Indonesia telah melakukan berbagai sosialisasi serta memberi imbauan kepada pelaku usaha untuk mengajukan izin ke Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga memerintahkan penyelenggara KUPVA BB berizin menghentikan kerja sama dan transaksi dengan pelaku yang tidak berizin dan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar ketentuan itu.
Bank Indonesia menegaskan bahwa 7 April 2017 merupakan batas akhir operasi bagi KUPVA BB yang tidak memiliki izin operasi dan belum mengajukan izin ke Bank Indonesia.
Apabila sampai tenggat tersebut mereka masih menjalankan operasi, bank sentral akan merekomendasikan penghentian kegiatan usaha atau pencabutan izin usahanya.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017