Singaraja (ANTARA News) - Pawai ogoh-ogoh atau boneka raksasa di Kabupaten Buleleng, Bali, meramaikan "Malam Pangerupukan" atau sehari menjelang perayaan hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1939.
"Kami mencatat ribuan ogoh-ogoh akan diarak keliling desa. Masing-masing desa adat mengatur pawai dan arak-arakan mengelilingi desa," kata Ketua Majelis Madya Desa Pakraman Buleleng, Dewa Budarsa di Singaraja, Senin.
Ia mengatakan, pawai ogoh-ogoh di Kabupaten Buleleng memang difokuskan di masing masing desa adat yang menggelar malam pengerupukan, sebagai wujud membasmi roh-roh jahat dari dunia.
Ia menambahkan, makna arak-arakan ogoh ogoh adalah sebagai simbol sifat raksasa dalam diri manusia yang harus dibasmi dan dihilangkan. Sifat tersebut hendaknya diganti dengan sifat kedewataan atau kebaikan.
"Malam ini di semua wilayah Buleleng menggelar malam pengerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Masing masing desa akan menggelar upacara pecaruan yang juga dilaksanakan di rumah masing masing kepala keluarga," jelasnya.
Sementara itu, terkait ogoh-ogoh memang kebanyakan dibuat oleh generasi muda itu adalah bentuk yang dituangkan dalam seni kreatif, namun sarat dengan simbol-simbol yang mengancam dunia.
"Pembuatan ogoh-ogoh sudah sejak puluhan hari lalu karena memang memerlukan waktu dan bahan yang cukup rumit untuk menghasilkan karya seni yang bermakna," jelasnya.
Pewarta: IMB Andi Purnomo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017