Banyumas (ANTARA News) - Ratusan umat Hindu dari sejumlah wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin, menggelar upacara Tawur Agung Kesanga di Pura Pedaleman Giri Kendeng, Desa Klinting, menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939.
Upacara tersebut diawali dengan pentas budaya yang dimulai dari Lapangan Desa Klinting, Kecamatan Somagede, menuju batas Desa Kliting dengan Desa Tanggeran.
Selain membawa sebuah "ogoh-ogoh" (patung yang menggambarkan Butha Kala, red.), dalam pentas budaya tersebut juga ditampilkan kesenian kuda kepang.
Pentas budaya itu diakhiri dengan pembakaran "ogoh-ogoh" di halaman depan Pura Pedaleman Giri Kendeng dan dilanjutkan dengan persembahyangan di dalam pura.
Saat ditemui wartawan sebelum persembahyangan, sesepuh Parasida Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Banyumas Made Sedana Yoga mengatakan Tawur Agung Kesanga merupakan rangkaian kegiatan Hari Raya Nyepi.
Baca juga: (Umat Hindu laksanakan ritual Tawur Agung Kesanga)
Baca juga: (Presiden hadiri Tawur Agung Kesanga di Prambanan)
"Intinya adalah membebaskan atau menetralkan Butha Kala atau kekuatan alam yang ada agar umat Hindu yang akan menyelenggarakan brata penyepian tidak terganggu oleh kekuatan-kekuatan negatif, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada di alam semesta ini," katanya.
Dengan terkendalinya kekuatan-kekuatan negatif itu, kata dia, umat Hindu meyakini akan lebih khusyuk dalam melaksanakan penyepian yang dilaksanakan selama 24 jam mulai Senin (27/3) sore hingga Selasa (28/3) sore.
Dia mengatakan ada empat pantangan dalam penyepian atau yang dikenal dengan sebutan catur brata, yakni "amati geni", "amati lelanguan", "amati lelungan", dan "amati karya".
"Amati geni" mengandung makna tidak menyalakan api, "amati lelanguan" bermakna tidak berfoya-foya atau bersenang-senang, "amati lelungan" diartikan tidak bepergian, dan "amati karya" bermakna tidak bekerja.
Ia mengharapkan melalui perayaan Nyepi dapat meningkatkan penjernihan batin untuk tidak ikut di dalam keombang-ambingan situasi dan kondisi yang menginginkan adanya suatu perpecahan di antara umat manusia.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017