Jakarta (ANTARA News) - Globalisasi ekonomi yang terus terjadi telah mendorong banyak negara untuk mengkaji kebijakan luar negerinya supaya dapat terus memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya.
Globalisasi ekonomi juga menjadikan peran diplomasi ekonomi sebagai salah satu alat penting dalam politik luar negeri.
Sejalan dengan hal itu, Presiden RI Joko Widodo sejak awal masa pemerintahannya menetapkan bahwa salah satu prioritas kebijakan luar negeri dan diplomasi Indonesia adalah dengan melakukan diplomasi ekonomi, khususnya yang dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat.
Adapun diplomasi ekonomi tersebut dioperasikan setidaknya dalam tiga tingkat, yaitu di tingkat bilateral, regional, dan multilateral.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa salah satu prioritas diplomasi ekonomi Indonesia pada 2017 adalah untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara-negara di Afrika.
"Afrika merupakan kawasan yang memiliki potensi besar sehingga penting bagi Indonesia untuk terus meningkatkan dan memperluas kerja sama ekonomi di kawasan ini," ujar Menlu Retno.
Diplomasi ekonomi pemerintah Indonesia untuk masuk dan mengembangkan kerja sama ekonomi ke wilayah Afrika pun dilakukan melalui berbagai pintu, salah satunya melalui forum dan organisasi regional.
Menlu Retno mengatakan bahwa Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia (IORA) dapat menjadi pintu masuk bagi Indonesia untuk meningkatkan hubungan kerja sama dengan negara-negara Afrika.
"IORA dapat menjadi entry point (pintu masuk) untuk memajukan kerja sama kita dengan negara-negara Afrika," kata dia.
Untuk itu, di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri IORA pada Senin (6/3) di Jakarta Convention Center, Menlu RI melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Kabinet Urusan Luar Negeri Kenya Amina C Mohamed. Kedua menteri sepakat mendorong kerja sama industri strategis Indonesia-Kenya.
"Kerja sama di bidang industri strategis antara Indonesia dan Kenya berkembang pesat dan memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan," kata Menlu Retno.
Dia menekankan perlunya memperkuat penetrasi industri strategis Indonesia ke pasar non-tradisional, di antaranya ke kawasan Afrika Sub-Sahara, seiring dengan perkembangan pasar yang semakin potensial dan prospektif.
"Secara khusus saya juga mendorong agar industri strategis Indonesia dapat dikembangkan di Kenya, apalagi saat ini di beberapa negara Sub-Sahara, produk dan servis industri strategis Indonesia, seperti pesawat CN235 mendapat apresiasi yang baik" ujar dia.
Seiring dengan peningkatan kualitasnya, produk industri strategis dalam negeri kini semakin dilirik dan diminati di banyak kawasan, termasuk Afrika.
Hingga saat ini Pesawat CN-235 buatan PT DI telah dibeli oleh Burkina Faso, Guinea dan Senegal. Sementara produk senjata buatan PT Pindad telah dibeli oleh Nigeria. Beberapa negara Afrika lain telah menyatakan keinginan untuk membeli produk kedua perusahaan tersebut.
Selanjutnya, jalur lain diplomasi ekonomi Indonesia ke wilayah Afrika adalah secara bilateral melalui perwakilan RI di luar negeri.
Misalnya, Duta Besar RI untuk Senegal Mansyur Pangeran pada Kamis (16/3) bertemu dengan Menteri Energi dan Pengembangan Energi Terbarukan Senegal Thierno Alassane Sall untuk membahas upaya untuk mengembangkan kemitraan swasta di sektor migas.
Menurut Dubes Mansyur, pertemuan itu merupakan upaya menggarap peluang kerja sama dan promosi potensi masing-masing negara di bidang pengadaan dan pengolahan sumber-sumber energi.
"Senegal melihat Indonesia sebagai negara yang sudah maju dalam penggunaan teknologi eksplorasi minyak bumi di offshore dan pengolahan gas LNG," ujar dia.
Senegal belum lama ini berhasil menemukan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah utara yang diperkirakan mencapai 500 juta barel.
Dalam pertemuan itu juga disampaikan bahwa Pemerintah Senegal pun mengharapkan kerja sama dengan Indonesia untuk pembuatan anjungan minyak lepas pantai.
Selain jalur bilateral dan regional, Pemerintah Indonesia juga berupaya mengembangkan kerja sama ekonomi ke negara-negara Afrika melalui jalur multilateral, yakni dengan kerangka Kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular.
Pemerintah Indonesia secara konsisten menjalankan komitmen dalam Kerja sama Selatan-Selatan dengan memberikan berbagai pelatihan kepada negara-negara Afrika, terutama pelatihan pertanian, melalui program bantuan pengembangan kapasitas.
"Kerja sama Selatan-Selatan adalah bagian dari kebijakan politik Indonesia, di mana kita membantu negara-negara Afrika untuk mengisi kemerdekaan mereka dengan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," kata Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu Niniek Kun Naryatie.
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Kerja Sama Teknik Kementerian Luar Negeri memberikan pelatihan untuk pengembangan pertanian bagi 12 peserta dari 11 negara Afrika yaitu Zimbabwe, Angola, Ethiopia, Gambia, Madagaskar, Sudan, Kenya, Mozambik, Tanzania, Nigeria, dan Namibia.
Program pengembangan kapasitas di bidang pertanian untuk warga Afrika itu dilaksanakan di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Cara Tani di Kuningan, Jawa Barat mulai 15 Maret hingga 30 April 2017.
Niniek meyakini bahwa bantuan pengembangan kapasitas yang diberikan kepada negara-negara Afrika itu pada gilirannya akan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia di masa depan.
"Kalau kita melatih warga Afrika di sini dan mereka sudah terbiasa menggunakan benih tanaman unggul dari Indonesia, nantinya mereka pasti beli benih dari kita. Kemudian produk kita dikenal oleh mereka, misalnya mereka bilang beras kita enak, maka ke depan mereka bisa saja impor beras dari Indonesia," jelas dia.
Namun, Niniek menekankan bahwa manfaat ekonomi jangka panjang itu harus dikejar oleh kalangan bisnis dan swasta Indonesia.
Dia pun mendorong para pengusaha dan sektor swasta Indonesia melakukan ekspansi bisnis dan perdagangan ke negara-negara Afrika.
"Hubungan antarnegara sudah kami tanamkan tetapi yang memetik hasilnya bukan pelaku ekonomi kita maka kami dari Kementerian Luar Negeri menggugah kembali para pengusaha Indonesia untuk tidak ketinggalan melakukan ekspansi ke Afrika," ucap Niniek.
Menurut dia, prioritas diplomasi ekonomi Indonesia yang diarahkan ke negara-negara Afrika pada 2017 merupakan suatu bentuk dorongan bagi para pengusaha nasional untuk segera masuk dan memperluas bisnis ke wilayah Afrika.
"Ini harus hand in hand. Investasi politik sudah dilakukan, sekarang investasi ekonominya yang harus dijalankan. Manfaat ekonomi itu harus dikejar oleh swasta dan pengusaha," kata dia.
Ia menjelaskan tentang peranan pemerintah dalam membuka jalan bagi pengusaha untuk berbisnis di Afrika.
"Pemerintah itu selalu hanya membuka jalan, mengetuk pintu, dan mengondisikan. Kalau jalan sudah terbuka maka swasta harus masuk," katanya.
Sekarang ini para pengusaha dan sektor swasta dari banyak negara memang sudah mulai melakukan ekspansi ke negara-negara Afrika karena wilayah Afrika diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pesat di masa yang akan datang.
Untuk itu, pengusaha dan sektor swasta Indonesia pun tidak boleh ketinggalan dan harus segera mengikuti langkah tersebut.
"Seperti dulu orang tidak pernah melihat Asia dan selalu melihat Eropa, tetapi sekarang Asia bangkit dan mereka yang tidak pernah melihat ke Asia jadi ketinggalan. Kalau kita tidak perhatikan untuk ekspansi ke Afrika maka kita bisa ketinggalan," ujar dia.
Maka diplomasi ekonomi oleh Pemerintah RI yang diarahkan ke Afrika itu harus menjadi dorongan kuat bagi dunia usaha nasional untuk segera masuk dan berekspansi ke wilayah Afrika.
Oleh Yuni Arisandy
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017