Jakarta (ANTARA News) - Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) segera mengkaji kesepakatan kerja sama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) RI-Singapura yang telah ditandatangani pada 27 April silam."Kami telah membentuk tim untuk mengkaji dan mencermati kesepakatan tersebut," kata Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Slamet Soebijanto, di Jakarta, Selasa.Ditemui usai memimpin serah terima jabatan Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Dan Sesko AL), ia mengatakan, pengkajian akan dilakukan bersama dengan angkatan laut Singapura (Royal Singapore Navy/RSN), tentang bagaimana dan apa saja yang bisa diberikan oleh masing-masing pihak dalam latihan bersama tersebut.Tidak itu saja, pengkajian juga akan membahas tentang sarana prasarana pendukung yang akan digunakan dalam area latihan yang telah ditetapkan dalam DCA. Slamet menambahkan, hasil pengkajian itu akan disampaikan ke Mabes TNI untuk dibahas oleh masing-masing petinggi militer kedua negara dalam forum bilateral yang membicarakan `implemetation arrangement` DCA. Pemerintah RI dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi, kerjasama pertahanan dan kerangka pengaturan tentang daerah militer. Proses penandatanganan ketiga dokumen itu dilakukan di Istana Tampak Siring, Bali, Jumat sore oleh Menlu, Menhan dan Panglima angkatan bersenjata kedua negara yang disaksikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Singapura Lee Hsien Loong. Perjanjian pertahanan mengatur tentang kerjasama pelatihan antara kedua angkatan bersenjata atas prinsip saling menguntungkan. Sedangkan kerjasama daerah latihan militer bersama, Indonesia memberikan fasilitas wilayah latihan udara dan laut tertentu kepada Singapura, dalam lingkup yuridiksi hukum Indonesia. Namun, TNI juga memiliki akses terhadap peralatan dan tehnologi militer yang dimiliki Singapura. Semua perjanjian itu akan diberlakukan bersama-sama setelah ratifikasi menurut ketentuan hukum nasional masing-masing. Perjanjian kerjasama pertahanan akan berlaku selama 25 tahun dan akan ditinjau ulang setelah 13 tahun dan dikaji berikutnya enam tahun kemudian.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007