Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan perjanjian pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) harus terbit pada Mei 2017.

"Seluruh peraturan perundang-undangan harus selesai Mei ini, yaitu peraturan perundang-undangan mengenai akses informasi. Ini berarti Indonesia harus menghilangkan kerahasiaan perbankan," kata Sri Mulyani, di Jakarta, Rabu (22/3).

Sri Mulyani mengatakan, era keterbukaan data perbankan untuk kepentingan perpajakan akan segera dimulai, dan Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan pertukaran data dengan negara lain mulai 2018.

Karena itu, katanya lagi, peraturan perundang-undangan dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) akan diterbitkan untuk mendukung era tersebut, karena undang-undang belum mengizinkan adanya keterbukaan data perbankan.

Saat ini pelaksanaan pertukaran data tersebut masih terhambat oleh UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal maupun UU Perasuransian yang memiliki elemen kerahasiaan tidak bisa ditembus secara otomatis.

"Untuk bisa mencapai persyaratan AEOI, maka Indonesia harus memiliki peraturan perundang-undangan di tingkat primer, yaitu peraturan perundang-undangan dari sisi akses informasi bagi institusi pajak terhadap data-data wajib pajak," kata Sri Mulyani pula.

Baca juga: (Menkeu: pembahasan G20 mulai Brexit hingga AEoI)

Ia mengatakan sebagian besar negara atau sebanyak 50 persen dari 102 negara yang berkomitmen dengan pelaksanaan pertukaran data telah memiliki peraturan perundang-undangan untuk akses informasi perbankan dan menjalankan AEOI pada 2017.

Sri Mulyani menambahkan, selain dari segi peraturan perundang-undangan, pemerintah juga berupaya melakukan pembenahan dalam sistem teknologi informasi untuk pelaporan bersama guna memudahkan akses data.

"Tentu ada common reporting atau sistem TI untuk pelaporan yang sifatnya sama, dalam format maupun content antarnegara agar pertukaran informasi itu dianggap adil dan seimbang serta sama-sama bertanggung jawab," katanya pula.

Pemerintah, kata dia, juga membuat sistem informasi database yang sesuai standar dan kokoh, agar pertukaran data itu dapat dijamin kerahasiaan maupun manajemennya sesuai dengan komitmen AEOI.

"Kalau kita tidak bisa mencapai standar tersebut, maka salah satu implikasinya adalah Indonesia tidak dapat treatment yang resiprokal, artinya kita tidak dapat info dari luar karena kita tidak mampu mendapatkan info dari kita sendiri," katanya lagi.

Menurut Sri Mulyani, pembenahan internal itu sangat penting sebelum nantinya Indonesia saling bertukar data perbankan untuk kepentingan perpajakan dengan negara lain, apalagi saat ini belum sepenuhnya wajib pajak melaporkan data maupun aset dengan benar.

"Dari sisi amnesti pajak saja, sebagian aset yang dideklarasikan hanya sepertiga dari luar negeri. Kalau tidak mempunyai akses data dari wajib pajak yang meletakkan dana di luar, maka Indonesia akan menghadapi kesulitan serius untuk memenuhi penerimaan pajak," ujarnya pula.

Baca juga: (Menkeu: pembangunan infrastruktur bisa atasi masalah kemiskinan)

Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017