Karimun, Kepulauan Riau (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengapresiasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melakukan percepatan perizinan, sehingga pembangunan fasilitas unit produksi terapung (floating production unit/FPU) Jangkrik selesai lebih cepat 12 bulan.
"Rencana pemerintah menjadi lebih cepat hampir 12 bulan. Saya terima kasih pada ENI yang memberikan masukan soal percepatan perizinan. ENI sangat gembira dengan Pemda setempat tidak mempersulit perizinan," kata Menteri Jonan, pada Upacara Penamaan Kapal FPU Jangkrik, di Saipem Karimun Yard, Tanjung Balai, Kepulauan Riau, Selasa.
Jonan mengatakan pemerintah juga mengapresiasi pembangunan FPU yang lebih cepat ini, bisa menghemat biaya sekitar 300 juta dolar AS, yakni dari biaya yang direncanakan sebesar 4,5 miliar dolar AS menjadi 4,2 miliar dolar AS.
Peresmian Kapal FPU Jangkrik ini, berarti gas dari Lapangan Jangkrik di Blok Muara Bakau, Kalimantan Timur segera berproduksi dengan perkiraan mencapai 450 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).
Menurut dia, hasil produksi gas bumi tersebut setara dengan 6-7 persen dari produksi gas bumi Indonesia secara keseluruhan.
Selain itu, Kapal Jangkrik itu juga diharapkan dapat digunakan dalam kelanjutan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) dengan Chevron Indonesia.
"Kalau kapasitasnya FPU Jangkrik ini bisa ditingkatkan sampai 800 mmscfd, IDD Chevron bisa menggunakan fasilitas FPU ini. Jadi tidak usah membangun lagi," katanya lagi.
Produksi gas pertama (first gas) dari Lapangan Jangkrik ditargetkan pada Juni 2017 atau lebih cepat dari perkiraan yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian ESDM Tahun 2015-2018, yaitu produksi pertama pada 2018.
Kapal FPU Jangkrik akan beroperasi di Blok Muara Bakau yang berlokasi di Cekungan Kutei, lepas pantai Selat Makassar, yakni sekitar 70 km dari garis pantai Kalimantan Timur.
Kapal tersebut dirancang untuk pengolahan gas dengan kapasitas hingga 450 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).
Sebanyak 10 sumur produksi gas bawah laut yang telah dikompresi dan siap untuk produksi akan dihubungkan dengan FPU yang kemudian mengolah dan menyalurkan gas menggunakan pipa bawah laut sepanjang 79 km.
Selanjutnya, gas akan disalurkan ke darat, yaitu ke dalam jaringan produsen gas Kalimantan Timur dan berakhir pada pemakai dalam negeri di Kalimantan Timur dan kilang LNG Bontang.
FPU Jangkrik juga berfungsi sebagai penyulingan dan menstabilkan kondensat serta menyalurkannya ke darat melalui jaringan distribusi setempat dan berakhir di kilang kondensat Senipah.
Lebih dari 50 persen produksi Lapangan Jangkrik akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan gas domestik, sehingga diharapkan memberi kontribusi signifikan terhadap kebutuhan energi nasional dan pembangunan ekonomi.
Blok Muara Bakau dioperatori oleh ENI Muara Bakau BV sejak 2002 dengan kepemilikan saham sebanyak 55 persen, dan mitranya Engie E&P sebesar 33,3 persen, serta PT Saka Energi Muara Bakau sebesar 11,7 persen.
Penemuan gas pertama didapatkan pada 2009 pada garis sumur Jangkrik-1. Di blok yang sama sekitar 20 km di sebelah timur laut Lapangan Jangkrik, ditemukan lapangan Jangkrik North East pada 2011.
(M053/B014)
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017