pamitnya untuk berjuang membela anak cucu, membela tanah air kita sendiri
Jakarta (ANTARA News) - Pada malam itu, Senin (20/3) sekitar pukul 23.00 WIB, Patmi (48) akhirnya melepas cor semen yang telah membelenggu kakinya sejak berhari-hari.
Patmi merupakan salah satu peserta aksi penolakan pendirian dan pengoperasian pabrik semen PT Semen Indonesia di kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah yang telah berlangsung sejak Senin 13 Maret 2017.
Patmi baru menyusul tiga hari kemudian, pada Kamis 16 Maret 2017, bersama kakak dan adiknya serta sekitar 55 warga dari Kabupaten Pati dan Rembang. Tiba di Jakarta, ia langsung bergabung bersama rekan-rekannya di depan Istana Negara, Jakarta. Kakinya dipasung dengan semen.
Saat itu dia belum tahu kapan cor semen di kakinya akan dicopot. Seperti peserta aksi lainnya, mereka bertekad terus melanjutkan "perjuangan" mereka sampai tuntutan mereka dikabulkan, bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau utusannya.
Pada Kamis itu, harapan mereka masih bertepuk sebelah tangan. Rombongan kembali ke tempat peristirahatan mereka di Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, dengan kaki masih dipasung.
Mereka pun beraktivitas dengan kaki terpasung. Esoknya mereka melanjutkan aksi, begitu pun keesokan harinya. Sampai akhirnya pada Senin (20/3) Istana menerima empat perwakilan petani Kendeng.
Didampingi oleh Tim Advokasi dan Kuasa Hukum mereka yakni Koordinator KontraS Haris Azhar, mereka diterima oleh Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Gedung Bina Graha Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin sore.
Lantas pada Senin (20/3) malam Koalisi Untuk Kendeng Lestari memutuskan melanjutkan aksi namun mengubah caranya, dengan hanya menyisakan sembilan orang namun sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, termasuk Patmi.
Seluruh warga yang akan persiapan pulang, dilepas cor kakinya pada Senin malam.
Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh dokter, namun sekira pukul 02.30 WIB Selasa, selepas mandi, ia mengeluh badannya tidak nyaman dan mengalami kejang-kejang serta muntah.
Dokter siaga di YLBHI segera membawa mendiang Patmi ke RS St. Carolus Salemba, namun Patmi meninggal dunia dalam perjalanan dan pihak RS St. Carolus Salemba menyatakan Patmi meninggal mendadak sekira pukul 2.55 WIB dengan dugaan serangan jantung.
(Baca: Istana berduka atas meninggalnya demonstran Kendeng)
Berjuang membela anak cucu
Kepergian Patmi membawa duka di tengah perjuangan petani Kendeng. Meski demikian, putri Patmi, Sri Utami, menyatakan sudah ikhlas atas kepergian sang ibu yang meninggal dalam perjuangannya membela tanah airnya sendiri.
"Kemarin itu Ibu berangkat tanpa ada paksaan, sudah pamit dengan keluarga. Dari keluarga juga sudah mengizinkan, pamitnya untuk berjuang membela anak cucu, membela tanah air kita sendiri," kata Sri Utami dalam bahasa Jawa kromo inggil.
Pesan Sri Utami lewat rekaman diputar pengacara publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) selepas konferensi pers kelanjutan aksi Kendeng menyusul meninggalnya mendiang Patmi di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa.
"Jika ada apa-apa ya itu sudah jalannya Yang Punya Hidup, jalannya Gusti Allah." "Saya sendiri, Insya Allah sudah bisa menerima. Mau bagaimana lagi, garisnya sudah demikian. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan," demikian Sri Utami dalam rekaman pernyataannya yang berdurasi 52 detik tersebut.
Kini, jenazah Patmi sudah dibawa pulang ke Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Pati, unuk dikebumikan di kampung halamannya yang ia perjuangkan tersebut.
Perjuangan Patmi mungkin sudah selesai, namun tetap akan terus dilanjutkan oleh rekan-rekannya. Selamat jalan kartini Kendeng..
(Baca: Malam ini YLBHI gelar pengajian Patmi Kartini Kendeng)
VIDEO:
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017