"Bank infrastruktur itu opsi yang bisa dikaji, tapi kita juga bisa mendorong pembiayaan dalam bentuk lain seperti penerbitan obligasi yang sifatnya jangka panjang, termasuk PINA atau pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah yang memanfaatkan dana jangka panjang seperti asuransi dan dana pensiun," ujar Lukita usai menjadi pembicara kunci di acara Meeting Asias Infrastructure Needs di Jakarta, Selasa.
Lukita menuturkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur memang tidak bisa hanya mengandalkan dana jangka pendek dari perbankan karena secara karakteristik pembiayaan tidak cocok dengan infrastruktur yang sifatnya jangka panjang.
"Asuransi dan dana pensiun itu salah satu opsi yang bisa digunakan, termasuk dana haji dalam bentuk sukuk. Jadi tidak harus selalu bank infrastruktur, tapi itu opsi yang bisa kita kaji lebih jauh," katanya.
Pembentukan bank infrastruktur mendapatkan dukungan penuh saat Menteri Keuangan masih dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.
PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebelumnya digadang-gadang menjadi bank infrastruktur namun hingga kini masih belum mendapat persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani disebut masih mempelajari rencana pembentukan bank infrastruktur tersebut.
Bank infrastruktur sendiri dianggap akan mempermudah dalam mencari pendanaan untuk pembangunan infrastruktur. Bank Infrastruktur dapat menerbitkan obligasi dalam jumlah besar apabila membutuhkan modal, layaknya Bank Dunia (World Bank) atau Bank Pembangunan Asia (ADB) yang bisa menerbitkan obligasi untuk membiayai proyeknya.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017