"Nanti akan saya koordinasikan dengan Menteri BUMN, agar memberikan peringatan kepada perusahaan tambang, untuk bagaimana caranya agar ekosistem ikan tidak terganggu," kata Menteri Susi dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin.
Selain itu, Menteri Susi juga mengimbau para pembudidaya untuk cermat dan memperhatikan kelestarian ekosistem dalam melakukan aktivitasnya seperti dalam budidaya udang, agar tidak terjadi hal-hal yang merusak budidaya tersebut.
Menteri Susi mengingatkan tentang penyakit genetis pada udang vaname yang mengakibatkan kerugian luar biasa, yang pernah dialami oleh para petambak udang di beberapa negara.
"Saya harap para pembudidaya cermat dan semoga memang tidak terjadi di Indonesia. Jangan sampai, kita tahunya setelah kecelakaan," ujar Susi.
Menteri Susi juga mengutarakan agar pembudidaya tidak boleh menggunakan bahan pemberantas hama udang secara berlebihan karena dapat menurunkan kualitas udang dan juga merusak ekosistem.
Selain itu, ia juga berpesan untuk tidak menggunakan plastik, mengingat saat ini sudah ada jutaan ton sampah plastik yang berada di perairan Indonesia.
Sebelumnya, Republik Indonesia dan Amerika Serikat memperkuat kerja sama regional dalam mempromosikan sektor kelautan dan perikanan berkelanjutan di berbagai ekosistem laut nusantara yang memiliki keragaman biota sangat tinggi.
"Kami memiliki tantangan di bidang kelautan yang serupa secara bersama sehingga diperlukan solusi bersama," kata Duta Besar AS untuk RI, Joseph Donovan, dalam acara Forum Investasi dan Bisnis di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (16/2).
Menurut Donovan, Indonesia memiliki peran yang penting dalam dunia kemaritiman global, dan pihaknya juga mendukung pemerintahan RI dalam rangka melestarikan keanekaragaman ekosistem lautnya yang unik dan sangat indah.
Dubes AS mengemukakan, pihaknya juga memiliki program kemitraan regional baru yang berguna antara lain memperkuat pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal, mempromosikan perikanan yang berkelanjutan, dan melestarikan keanekaragaman hayati laut di wilayah Asia-Pasifik.
Program yang dinamakan "The Oceans and Fisheries Partnership" merupakan kemitraan antara Lembaga Pembangunan Internasional AS (USAID) dengan Pusat Pembangunan Perikanan Asia Tenggara (SEAFDEC).
Tulang punggung program adalah pengembangan dan implementasi dari sistem dokumentasi hasil tangkap dan ketertelusuran yang berkelanjutan secara finansial dan spesifik per negara.
Sistem dokumentasi yang disebut sebagai CDTS itu akan terintegrasi dengan sistem yang telah ada di pemerintahan, dan akan memasukkan elemen data kesejahteraan manusia, serta akan diterapkan dengan mengacu kepada kerangka pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem.
Sistem ketertelusuran itu juga dapat mencegah perdagangan ilegal, meningkatkan efisiensi industri perikanan, menyediakan informasi akurat, meningkatkan kebijakan yang berlandaskan bukti dan pengambilan keputusan untuk penegakan hukum, serta membantu mengamankan hak dan kesejahteraan nelayan.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017