Sidoarjo (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) akan melakukan penyelidikan terkait kasus pembagian jatah makanan basi bungkus yang diberikan kepada para pengungsi luapan lumpur Lapindo Brantas Inc, karena mereka menduga kasus ini ada rekayasa oleh oknum yang sengaja ingin membuat keruh suasana. "Seperti kejadian pertama dulu, sebelum BPLS masuk, juga ada kejadian seperti ini. Padahal, kalau gunakan logika nasi jatah makan itu baru saja dimasak, masih hangat, masak sudah basi. Kami akan menyelidiknya. Kalau memang kejadian ini ada unsur kesengajaan akan dibawa ke polisi," kata Deputi Bidang Sosial Soetjahjono, ketika dihubungi via telepon di Surabaya, Senin. Para pengungsi luapan lumpur Lapindo Brantas Inc, yang masih bertahan di Pasar Baru Porong (PBP), mulai Sabtu (4/5) hingga Minggu (6/5) menolak pemberian jatah makan, karena ditemukan nasinya basi dan sebagian masih mentah. Bahkan, kini para pengungsi berkemas untuk mendirikan dapur umum sendiri dan mereka meminta, agar jatah makan diberikan dalam bentuk uang saja, tiga kali sehari. Soetjahjono menyatakan bahwa kasus ini tidak perlu dibesar-besarkan, karena indikasi ada sabotase besar kemungkinan terjadi. Meski demikian, ia tidak mau menuduh siapa yang berbuat di balik peristiwa ini. Pihak BPLS hingga saat ini belum menurunkan aparat kepolisian untuk mengusut kasus ini. Namun, BPLS akan melakukan penyelidikan sendiri. "Kalau bukti sudah kita kumpulkan, akan kita laporkan ke polisi," tegasnya. Sementara itu, Koordinator pengungsi Renokenongo, H Sunarto menyatakan, aksi protes dengan melakukan penolakan pembagian nasi bungkus tersebut di mulai hari (Senin, 7/5) ini. Menurut dia, dengan adanya dapur umum sendiri, warga tidak perlu mengambil jatah makan senilai Rp5.000 per bungkus, yang disediakan Lapindo Brantas Inc. Selain itu, lauk pauknya juga dinilai tidak sesuai dengan harganya. "Kalau dibandingkan dengan makan di warung dengan uang Rp5.000 itu, beda jauh. Jatah makan dari dapur umum, lauknya tidak memadai. Kalau beli di warung, paling harganya Rp2.500," ucap salah satu pengungsi asal Desa Renokenongo. Pengungsi benar-benar menyesalkan pembagian nasi bungkus yang dilakukan oleh Diana Catering tersebut. Hal itu, karena Diana Katering, sebelumnya juga pernah membagikan nasi basi kepada para pengungsi. Namun Satlak PBL (Penanggulangan Bencana Lumpur), yang dikoordinir Dinkesos Sidoarjo, masih mempercayakan jatah makan pengungsi kepada usaha Catering yang beralamat di kawasan Wonokromo Surabaya ini. Akibat kejadian ini, pengungsi mengaku trauma jika nantinya kejadian serupa terulang lagi, sehingga mereka memilih tidak mengambil jatah makan dan minta langsung diberikan dalam bentuk uang. Adanya nasi bungkus basi ini, membuat Kepala Divisi Humas Lapindo Brantas Inc, Yuniwati Teryana, semakin prihatin. Pasalnya, kejadian nasi bungkus berbelatung terulang dengan nasi bungkus basi. Pihaknya akan membicarakan masalah ini dengan Satlak PBL dan Dinkesos, termasuk mengenai tuntutan pengungsi Renokenongo yang minta jatah makan diberikan dalam bentuk uang. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007