Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang mengatakan rupiah terhadap dolar AS di pasar uang Jakarta pekan ini berpeluang menguat hingga di bawah level psikologis Rp9.000 per dolar AS, karena kuatnya dukungan pasar internal, meski pemerintah akan melakukan perubahan kabinet. "Aktifnya pelaku asing bermain di pasar domestik itu memicu rupiah menguat hingga mendekati level Rp9.000 per dolar AS, meski kenaikan itu akan dibatasi oleh Bank Indonesia (BI)," kata Chairman Currency Management Board, Farial Anwar, di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, rupiah pada pekan depan kemungkinan akan mencapai kisaran antara Rp8.950 sampai Rp9.000 per dolar AS yang sejak pekan lalu terus mengalami kenaikan. Namun kenaikan rupiah itu diperkirakan hanya sementara, karena BI kemungkinan akan melakukan intervensi untuk menarik rupiah kembali hingga di atas level Rp9.000 per dolar AS, katanya. Rupiah, lanjutnya apabila berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS, maka eksportir akan mengeluh karena rupiah pada tingkat tersebut akan membuat usaha mereka merugi dan memberikan pendapatan yang besar bagi importir. Namun apabila posisi rupiah berada di level Rp9.000 per dolar AS, maka eksportir kemungkinan tidak akan menolak, karena mereka masih mendapat keuntungan terhadap produk yang di pasarkan di luar negeri, katanya. Farial Anwar mengatakan, rupiah pada pemerintah Soeharto yang mencapai Rp2.025, kalau dibanding dengan sekarang yang mencapai Rp9.000 per dolar AS, maka eksportir telah memperoleh keuntungan yang cukup besar. Bahkan pada zaman pemerintahan Megawati Soekarno Putri rupiah mencapai Rp6.000 per dolar AS, eksportir juga masih mendapat keuntungan, karena apabila rupiah berada dibawah level Rp9.000 per dolar AS, maka eksportir masih tetap untung, katanya. Pergerakan rupiah yang menguat, menurut dia, juga menunjukkan bahwa faktor ekonomi makro Indonesia semakin baik, karena itu pergerakan seharusnya dibiarkan saja tergantung pasar. Karena itu, menguatnya rupiah kenapa harus dibatasi. Ini menunjukkan bahwa BI membela eksportir bukan masyarakat kecil, katanya. Menurut dia, aktifnya pelaku asing bermain di Indonesia baik pasar saham maupun pasar uang, karena keduanya masih memberikan keuntungan yang menarik. Indeks harga saham gabungan Bursa Efek Jakarta, terus menguat hingga mencapai rekor baru pada 2.035 poin. Di pasar uang, pelaku asing membeli instrumen BI seperti Surat Utang Negara dan bermain di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), karena mereka menilai Indonesia masih merupakan pasar potensial untuk mencari keuntungan, ucapnya. Tingkat suku bunganya yang tinggi dibanding negara-negara lainnya di Asia merupakan salah satu faktor yang memicu investor asing aktif bermain di sana, tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007