Jenewa (ANTARA News) - Uni Eropa, Kamis, mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk segera mengirim misi pencari fakta ke Myanmar guna menyelidiki dugaan penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan oleh militer terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Menurut laporan PBB bulan lalu, berdasarkan wawancara dengan orang-orang selamat yang berada di Bangladesh, para tentara dan polisi Myanmar telah melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal terhadap warga Rohingya dalam operasi, yang bisa meningkat menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan serta pembersihan etnis, lapor Reuters.
Uni Eropa telah merancang resolusi tentang desakan tersebut dan menyerahkannya kepada Dewan Hak-hak Asasi Manusia PBB.
Rancangan itu mempertegas seruan dalam susunan sebelumnya, yang tidak memuat tuntutan agar penyelidikan internasional atas dugaan kekejaman terhadap Muslim Rohingya dilakukan.
Forum dengan 47 anggota itu, yang saat ini sedang melaksanakan sidang selama empat pekan, akan melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi tersebut dari 23 hingga 24 Maret.
Jika disahkan, Dewan akan "segera mengirimkan misi internasional independen pencari fakta" ke Myanmar guna menyelidiki berbagai pelanggaran "untuk memastikan agar para pelaku bertanggung jawab secara penuh dan agar para korban mendapatkan keadilan".
Sekitar 75.000 orang telah mengungsikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar ke Bangladesh sejak militer Myanmar mulai melakukan operasi keamanan pada Oktober.
Operasi itu dilancarkan sebagai penanganan atas tindakan, yang disebut militer sebagai serangan, oleh para pemberontak Rohingya di pos-pos perbatasan. Sembilan personel pasukan keamanan Myanmar tewas dalam insiden tersebut.
Berdasarkan permintaan Inggris, Dewan Keamanan PBB akan diberi pemaparan secara tertutup pada Jumat menyangkut situasi di negara bagian Rakhine, kata sejumlah diplomat di New York.
Resolusi yang dirancang Uni Eropa berisi desakan kepada pemerintahan Aung San Suu Kyi untuk "bekerja sama secara penuh dengan misi pencari fakta, termasuk membuka akses terhadap hasil investigasi dalam negeri".
Sejumlah pegiat mengatakan penyelidikan nasional itu tidak bisa dipercaya dan karena itu mereka menginginkan adanya penyelidikan oleh pihak internasional.
(Uu.T008)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017