Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan tetap mencermati berbagai risiko global maupun domestik sebagai upaya menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dunia.
"Bank Indonesia tetap mewaspadai dan mencermati sejumlah risiko dalam jangka pendek ke depan, baik yang bersumber dari global maupun domestik," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Tirta menjelaskan risiko yang berasal dari global antara lain terkait kenaikan inflasi global, arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS, dan dampak lanjutan kenaikan Fed Fund Rate (FFR), serta risiko geopolitik di Eropa.
Sedangkan, risiko dari domestik yang perlu dicermati terutama terkait dengan dampak penyesuaian harga diatur pemerintah (administered prices) terhadap inflasi.
"Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ungkap Tirta.
Tirta memastikan BI terus melakukan penguatan koordinasi bersama pemerintah dengan fokus pada pengendalian inflasi, agar tetap berada pada kisaran sasaran dan kelanjutan program reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur pada 15-16 Maret 2017, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) tetap sebesar 4,75 persen, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar empat persen dan Lending Facility tetap sebesar 5,5 persen, berlaku efektif sejak 17 Maret 2017.
Beberapa alasan suku bunga acuan tetap dipertahankan 4,75 persen antara lain perekonomian Indonesia yang pada triwulan I-2017 tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya dan surplus neraca perdagangan pada Februari 2017 sebesar 1,32 miliar dolar AS.
Selain itu nilai tukar rupiah menguat pada Februari 2017 dengan rata-rata apresiasi sebesar 0,17 persen (mtm) menjadi Rp13.338 per dolar AS dan tingkat inflasi relatif terkendali atau tercatat sebesar 0,23 persen (mtm), lebih rendah dari Januari sebesar 0,97 persen.
BI juga mencatat kondisi sistem keuangan tetap stabil yang didukung oleh ketahanan industri perbankan dan stabilitas pasar keuangan yang terjaga.
Pada Januari 2017, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan tercatat sebesar 23 persen, rasio likuiditas (AL/DPK) berada pada level 21,8 persen dan rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat sebesar 3,1 persen (gross) atau 1,4 persen (net).
Pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial telah dapat menurunkan suku bunga deposito sebesar 128 basis poin (yoy) dan suku bunga kredit sebesar 80 basis poin (yoy).
Berdasarkan jenis kredit, suku bunga kredit modal kerja mengalami penurunan terbesar (112 basis poin, yoy), disusul suku bunga kredit investasi (95 basis poin, yoy) dan suku bunga kredit konsumsi (30 basis poin, yoy).
Pertumbuhan kredit Januari 2017 tercatat sebesar 8,3 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 7,9 persen (yoy). Pertumbuhan kredit masih terbatas karena terus berlanjutnya konsolidasi yang dilakukan korporasi dan masih terbatasnya permintaan kredit.
Selanjutnya, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari 2017 tercatat sebesar 10 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 9,6 persen (yoy).
Sementara itu, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, seperti penerbitan saham (IPO maupun right issue), obligasi korporasi, dan medium term notes (MTN) terus mengalami peningkatan.
Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya, pertumbuhan kredit dan DPK pada tahun 2017 diperkirakan lebih baik, masing-masing dalam kisaran 10 persen-12 persen dan 9 persen-11 persen.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017