Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap membantah menerima uang terkait kasus proyek KTP elektronik (KTP-E).
"Saya tidak menerima sebesar itu Yang Mulia," kata Chairuman saat memberikan keterangan sebagai saksi kasus proyek KTP-E di Pengadilan TipikorJakarta, Kamis.
Ia mengatakan hal itu menjawab Majelis hakim yang diketuai John Halasan mengungkapkan bahwa dalam dakwaan JPU KPK menyebut Chairuman menerima senilai 584 ribu dolar AS dan Rp26 miliar terkait proyek pengadaan KTP-E.
Namun majelis hakim terus mengejarnya, "Jadi berapa?"
Politisi Partai Golkar ini tetap membantah bahwa dirinya tidak pernah menerima uang dari Proyek KTP-E.
Chairuman juga mengaku tidak mengetahui adanya bagi-bagi uang ke anggota Komisi II lainnya.
"Agustus 2012 dikatakan saya menerima itu dari Miryam dari Kemendagri, Agustus 2012 itu saya tidak lagi di Komisi II Pak, saya pindah ke Komisi VI," ungkapnya.
Dalam sidang ini, hakim juga mengungkap penemuan bukti berupa tanda terima tulisan tangan di rumah Chairuman senilai Rp1,250 miliar.
Namun Chairuman membantah bahwa itu terkait uang proyek KTP-E.
Dia mengakui adanya tanda bukti tersebut, namun ia menjelaskan bahwa itu uang pribadi yang akan diinvestasikan melalui keponakannya bernama Rida.
"Saya investasikan. Rida yang menerima uang itu, artinya Rida itu menerima uang dari saya untuk diinvestasikan supaya bisa diputar," kata Chairuman.
Anggota DPR mengaku uangnya akan diinvestasikan ke pasar modal maupun pasar uang (valas).
Chairuman memberikan keterangan saksi atas dua terdakwa, yakni Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dalam proyek KTP-E.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya dalam kasus e-KTP itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017