Sana`a (ANTARA News) - Di berbagai negara, pria dan wanita menjalin cinta kasih sebelum menikah merupakan hal yang wajar saja, tetapi tidak demikian bagi kebanyakan masyarakat Arab yang konservatif. Meskipun sebagian besar muda-mudi Arab saat ini merupakan kalangan terpelajar, perjodohan keluarga masih dominan. Banyak gadis negeri kaya minyak itu yang menilai hubungan cinta kasih sebelum menikah adalah sesuatu yang baik namun sulit diterapkan dalam masyarakat konservatif yang menolak hubungan cinta pranikah. Mengingat pandangan masyarakat tersebut, pemuda dan gadis setempat juga berbeda pendapat tentang masalah itu. Hasil wawancara yang dilakukan harian Al-Watan, Saudi, Minggu (6/5), dengan sejumlah muda-mudi Saudi menegaskan lagi tentang pro-kontra cinta pranikah. "Saya tidak mendukung hubungan cinta pranikah karena pemuda Saudi masih hidup dalam tradisi setempat yang belum menerima hubungan seperti ini," kata seorang gadis negeri kaya minyak itu yang berinisial HA Dasar dari penolakan itu adalah cinta hanya milik suami, sehingga cinta tersebut dipupuk setelah resmi menjadi suami istri. Beda dengan gadis Amal yang mendukung hubungan cinta pra nikah. Pernikahan yang didasari cinta pra nikah berpengaruh positif karena kedua pihak saling mengetahui kelebihan dan kelemahan dari pasangannya. Tapi harus didasari saling percaya bukan berburuk sangka," paparnya. Di kalangan pemuda juga demikian sebagian mendukung cinta pra nikah sebagian lagi menolaknya. "Saya mendukung, tapi masih meragukan keseriusan cinta para gadis sebelum menikah," kata Saud Al-Shahri. Bagi Tarek Al-Madkhali, seorang mahasiswa, tidak yakin dengan hubungan cinta pranikah. "Hubungan cinta pranikah terkesan hanya sekedar basa-basi karena tidak menunjukkan hakikat kedua pasangan sebenarnya," paparnya. Tentang kondisi tersebut, pakar ilmu sosial Universitas King Saud, DR. Salwa Al-Khatib menilai bahwa pernikahan yang sukses adalah apabila dilakukan berdasarkan cinta dan akal sekaligus. "Namun dalam masyarakat kita, pernikahan umumnya dilakukan berdasarkan perjodohan dari keluarga dua mempelai karena keyakinan mereka bahwa pernikahan adalah ikatan antara dua keluarga," ujarnya kepada Al-Watan. Namun, ia mengakui, dalam tahun-tahun belakangan ini, sudah mulai ada perubahan pandangan dengan makin meluasnya siaran berbagai televisi bersatelit mancanegara dan peningkatan pendidikan. "Mulai banyak yang memandang pernikahan perlu didasari cinta kasih sebelum menikah dan saling pengertian suami-istri," katanya. Pendapat senada juga dikemukakan pakar sosial lainnya. "Kebanyakan masyarakat memang belum menerima, tapi dengan adanya perubahan besar, generasi baru dapat mengubah pandangan yang ada," kata DR. Saud Al-Dhahyan. Alhasil, cinta pra-nikah memang belum populer di masyarakat Arab karena pernikahan umumnya berlangsung lewat perjodohan keluarga sehingga memupuk cinta pranikah terasa sulit. Hanya sebagian kecil masyarakat yang membebaskan anak mencari jodoh sendiri. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007