Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Satuan Tugas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, Kementerian Koordinator Maritim meminta Mabes Polri mengambil alih penanganan kasus dugaan tindak pidana pejabat Sinopec dari Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kepri).
"Kami memang meminta Mabes Polri untuk mengambil alih penanganan kasus pidananya dari Polda Kepri. Biar informasinya lebih mudah diperoleh," kata Wakil Ketua Pokja IV Satuan Tugas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, Kementerian Koordinator Maritim, Purbaya Yudhi Sadewa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Purbaya mengatakan bahwa terhentinya proyek tangki BBM oleh anak usaha Sinopec Group senilai 850 juta dolar AS, yaitu Sinomart KTS Development Limited (Sinomart) disebabkan oleh dugaan kasus tindak pidana yang dilakukan oleh perwakilan Sinomart di perusahaan patungan (joint venture).
Hal itu juga berakibat perwakilan Sinomart keluar dari Indonesia sehingga rencana investasinya berhenti.
"Ketika kasus ini ditangani oleh Polda Riau membuat investor asing tidak bisa hadir. Ini yang sedang kami cari solusinya," kata Purbaya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar secara terpisah mengatakan bahwa Pokja IV harus memiliki alasan yang jelas dalam merekomendasikan pengambilalihan kasus yang ditangani Polda Kepri ke Bareskrim Mabes Polri.
Menurut dia, rekomendasi yang dilakukan oleh Pojka IV itu pendekatannya lebih pada pendekatan bisnis karena ini terkait dengan investasi.
Sebenarnya, kata Fickar, jika terkait dengan penegakan hukum, tidak melulu soal bisnis. "Penegakan hukum itu tidak melulu menghitung risiko bisnis atau investasi"," katanya.
Sebelumnya, Polda Kepri menetapkan dua direksi dan satu komisaris utama PT West Point Terminal (WPT) sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana perusahaan.
PT WPT merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Sinomart (95 persen saham) dan patner lokalnya PT Mas Capital Trust (MCT/5 persen saham).
Lewat WPT inilah Sinopec Group ingin membangun depo BBM di Batam. Tiga pejabat WPT perwakilan Sinomart tersebut diduga telah melakukan tindak pidana penggelapan dana perusahaan senilai 1,5 juta dolar AS.
Terkait dengan kasus ini, Bareskrim Mabes POLRI berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Perkara (SP2HP) merekomendasikan untuk menerbitkan "red notice" atas tiga warga negara asing (WNA) di PT WTP itu.
Hal itu dilakukan karena tiga WNA tersebut tidak pernah memenuhi panggilan Polda Kepri sejak ditetapkan sebagai tersangka.
Untuk menyelesaikan persoalan terkait dengan investasi Sinopec di Batam, kata Fickar, Pokja IV harusnya melakukan pendekatan bisnis, bukan mengintervensi proses hukum penyidikan pidana yang sudah berjalan.
Selama ini, kata dia, pengawasan penyidikan sudah ada dalam tubuh Polri sendiri melalui Birowassidik, Propam, dan Inspektorat, termasuk dari eksternal oleh Komisi Kepolisian.
(T.E008/D007)
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017