Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan gembira hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam dugaan korupsi pengadaan mobil listrik.
"Satu hal yang saya pikir cukup menggembirakan, bahwa saya dengar laporan dari tuntutan praperadilan Dahlan Iskan ditolak sepenuhnya," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Selasa.
Sedangkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah menyebut penolakan itu membuktikan penyidikan yang dilakukan selama ini tidak bermasalah.
"Termasuk dalam penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka, kita melengkapi alat bukti, saksi sesuai dengan KUHAP," kata Arminsyah.
Kejaksaan Agung sampai sekarang masih mengevaluasi saksi-saksi yang akan diperiksa, apakah menggunakan saksi tersangka sebelumnya yang saat ini sudah menjadi terpidana, Dasep Ahmadi.
"Kita masih mengevaluasinya," kata Arminsyah.
Kejaksaan Agung menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka berbekalkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas perkara Dasep Ahmadi, Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, dengan menghukumnya tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam putusan MA disebutkan mantan Menteri BUMN itu terlibat dalam kasus korupsi pengadaan mobil listrik untuk KTT APEC 2013 di Bali.
Arminsyah menegaskan putusan MA menyebutkan Dasep bekerja ataas perintah atau kerjasama dengan Dahlan iskan. "Ini kan Dahlan Iskan dalam pengadaan mobil listrik menunjuk Dasep," katanya.
Penunjukkan itu dinilai subjektif mengingat banyak perusahaan yang bisa melakukan pengadaan mobil itu. "Barangnya juga tidak digunakan dan ada kerugian negara yang jelas dari BPKP," kata Arminsyah.
Sebaliknya Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan kecewa permohonan praperadilan penetapan tersangka dugaan korupsi pengadaan mobil listrik ditolak hakim.
"Putusannya ya seperti itulah.. bagi saya perkara Dahlan Iskan ini sangat misterius," kata Yusril. "Permohonan praperadilan ditolak dan hakim berpendirian hasil pengembangan itu boleh. Padahal dari putusan praperadilan sebelumnya, hasil pengembangan itu enggak boleh dilakukan karena pengembangan itu bukan fakta, tapi analisis."
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017