"Arief datang dengan Rudi, saat itu saya tidak sendiri karena ditemani dengan beberapa direktur. Mereka bertanya mengenai tax amnesty (TA), lalu saya putarkan film tentang TA," kata Ken saat menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Arief yang dimaksud adalah Arif Budi Sulistyo yang merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo sedangkan Rudi adalah Rudi Prijambodo Musdiono, seorang pengusaha. Dalam dakwaan disebutkan keduanya bertemu pada 23 September 2016.
"Saya kenal Arief dan Rudi saat itu saja, tapi tidak membicarakan mengenai PT EKP, hanya soal TA saja," ungkap Ken.
Ken menjadi saksi untuk terdakwa "Country Director" PT EK Prima Ekspor (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair yang menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar) dari komitmen Rp6 miliar untuk Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum DJP Handang Soekarno.
"Awal pertemuannya adalah dia (Rajamohanan) menelepon Haniv, lalu Pak Haniv menelepon Handang dan Handang menghubungi katanya ada yang mau ketemu saya, jadi saya persilakan," kata Ken.
"Yang terbayang di benak saya, Dirjen Pajak kan banyak tugas dan tanggung jawab, sibuk, urusan orang bertanya TA seperti Arief dan Rudi yang belum kenal Anda untuk bertanya TA secara umum apa bisa?" tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.
"Bisa saja, jangkan Arief dan Rudi, Pak itu yang di Tanah Abang ingin ketemu saya saja saya temui. Maksud saya itu Hercules saja saya temui, siapa saja kalau saya ada waktu saya temui," jawab Ken.
Isi pertemuan itu menurut Ken hanya membahas mengenai rencana TA perusahaan Arief dan Rudi tanpa menyebut secara spesifik nama perusahaannya.
"Saya tidak tahu perusahaannya di mana saja karena tidak menyampaikan satu persatu, tapi ada perusahan di Jawa Tengah, dia tanya Boleh tidak TA di Jakarta? saya sampaikan boleh," jawab Ken.
"Apakah dalam pertemuan itu ada menyebutkan perusahaan yang dihambat TA-nya dan mengadu ke bapak?" tanya ketua tim jaksa penuntut umum Ali Fikri.
"Tidak tahu dan tidak pernah terinformasikan. Saya juga tidak tahu apakah mereka akhirnya ikut TA atau tidak tapi perusahaannya di Jateng," jawab Ken.
"Coba saudara ingat, pernah tidak KKP DJP PMA Enam melaporkan secara khusus pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena sempat jadi heboh kemudian saudara membenarkan tindakan Kepala KPP PMA 6 Jhony Sirait?" tanya jaksa Ali.
"Tidak pernah ada hal khusus, tidak pernah secara tertulis tapi memang saya dapat laporan kalau Kanwil Jakarta Khusus dibawahnya Haniv banyak yang protes, perusahaan dari Jepang dan Korea karena dicabut PKP-nya, lalu saya tanya kenapa pencabutan ini? Coba cek apakah pencabutan sesuai atau tidak. Saya saya hanya instruksikan Kanwil agar tolong lakukan perbaikan-perbaikan semestinya sesuai UU, tidak ada perintah khusus dan tertulis," jawab Ken.
Sehingga, menurut Ken, ia tidak memerintahkan pembatalan pencabutan PKP untuk PT EKP secara khusus dan tidak membicarakannya dengan Arief dan Rudi.
Dalam dakwaan disebutkan Rajamohanan juga meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui "whatsApp" yang diteruskan oleh Arif kepada Handang dengan kalimat "Apapun Keputusan Dirjen. Mudah2an terbaik buat Mohan pak. Suwun." Atas permintaan tersebut, Handang menyanggupinya dengan mengatakan, "Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau bpk. Segera sy khabari bpk".
Arif juga disebutkan yang berperan untuk menyampaikan masalah pajak Rajamohanan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.
Seusai sidang, Ken mengaku dalam pertemuan 23 September itu Arief tidak memperkenalkan diri sebagai adik Presiden Joko Widodo.
"Tidak, tidak pernah menyebutkan siapa-siapa," kata Ken.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017