Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan kebijakan pemerintah melalui Keputusan Presiden No 6 Tahun 2017 tentang Menetapkan 111 Pulau sebagai Pulau-Pulau Kecil Terluar adalah guna mencegah okupasi dari pihak asing.
"Penetapan pulau-pulau ini untuk mencegah isu okupasi atau klaim kepemilikan pulau oleh warga negara lain," kata Menteri Susi dalam siaran pers KKP di Jakarta, Sabtu.
Menurut Susi, Keppres tersebut dilakukan untuk meminimalisir masalah-masalah yang kerap mengganggu keamanan nasional, seperti penjualan tanah pulau kepada pihak asing, dan kepemilikan pulau secara pribadi oleh warga negara Indonesia maupun oleh pihak asing.
Selain itu, ujar dia, dengan regulasi tersebut maka pihaknya juga bisa mengawasi aktivitas ilegal yang sering kali terjadi seperti penyelundupan narkoba dan perbudakan tenaga kerja sektor kelautan, hingga aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
Setelah ditetapkannya pulau-pulau terluar tersebut, lanjutnya, negara diharapkan bisa mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di pulau-pulau tersebut sehingga dapat menjadi pemasukan lebih bagi negara.
Dalam sejumlah kesempatan lainnya, Menteri Susi menegaskan bahwa industri perikanan harus memperhatikan aspek keberlanjutan dalam rangka melestarikan sumber daya perikanan yang ada di kawasan perairan RI.
Menteri Susi mengatakan, hal yang harus diperhatikan adalah antara pertumbuhan industri perikanan dengan keberlanjutan dari industri dan sumber daya ikan itu sendiri.
Dalam hal ini, ujar dia, Indonesia mengusulkan akuntabilitas dari berbagai negara dalam memberantas penangkapan ikan secara ilegal.
Pasalnya, ia mengingatkan bahwa masih ada beberapa negara yang melakukan penangkapan ikan, bukan di daerah perairan negaranya.
Sebelumnya, armada kapal nelayan nasional yang dibuat berdasarkan program pengadaan kapal yang dicetuskan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinilai sanggup memberdayakan sumber daya perikanan di kawasan perairan Indonesia.
"Program pengadaan kapal jika dilakukan secara tepat sasaran, terbuka, dan adil, niscaya mampu dipergunakan untuk memanfaatkan sumber daya perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab di 11 WPP NRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia)," kata Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities, Abdul Halim.
Menurut Abdul Halim, kebijakan yang bernuansa fobia terhadap kapal ikan asing harus dimaknai dalam konteks bila program pengadaan kapal nasional tersebut dilakukan dengan tepat.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017