Kyoto (ANTARA News) - Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan tiada pilihan lain bagi Indonesia selain meneruskan upaya reformasi, agar tidak terlanda kembali oleh guncangan krisis keuangan yang pernah melanda Asia Timur, sekaligus menjawab tantangan menguatnya ketergantungan sesama negara Asia. "Indonesia harus terus memperbaiki kelemahan kelembagaan dan kelemahan struktural yang masih ada," kata Sri Mulyani di Kyoto, Jumat, usai menjadi pembicara dalam seminar mengenai kerjasama regional Asia. Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan pelajaran yang perlu diambil dari satu dekade sesudah krisis keuangan. Bagaimana negara-negara di Asia belajar dan membangun langkah-langkahnya untuk mengatasi krisis tersebut. Seminar diselenggarakan sebagai bagian dari pertemuan tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB) ke-40. Menurut mantan direktur eksekutif IMF itu, perbaikan di tingkat institusional seperti birokrasi, kualitas kebijaksanaan, koordinasi serta penentuan prioritas kebijakan mesti dilakukan secara hati-hati. Sedangkan perbaikan terhadap berbagai kelemahan struktural mulai dari sektor pendidikan, hingga infrastruktur. "Dengan demikian kita mempunyai kemampuan untuk menghadapi guncangan krisis," ujarnya. Sementara itu, seminar menampilkan pembicara dari Jepang, China, serta akademisi dari Universitas New York itu diperbincangkan mengenai aspek baru dari pembangunan di Asia serta prospeknya di masa depan. Sri Mulyani tampil bersama Toyoo Gyohten, Presiden dari Institut of International Monetary Affairs, Profesor Nouriel Roubini dari New York University dan Yu Yongding, Direktur dari Chinese Academy of Social Science. Sebelumnya Presiden ADB, Haruhiko Kuroda memberi pengantar dalam seminar itu.Terlalu beragam Diskusi membicarakan soal perlunya suatu visi yang kuat, meski dalam pelaksanaannya optimisme yang ditampilkan sering mengalami dilema, terutama dalam melaksungkan kegiatan jangka pendek yang seringkali diwarnai sikap pesimistis. Perbedaan yang ada di antara negara-negara di Asia sendiri terlalu beragam, sehingga kerap menyulitkan dalam menentukan suatu kesamaan cara pandang dalam membangun kerjasama, terutama dalam jangka panjang. Disampaikan juga bahwa Asia Timur setelah krisis, kini terlihat sebagai model pembangunan yang sukses setelah melakukan berbagai upaya yang ekstensif dan merestrukturisasi sektor keuangannya, dan mereformasi organisasi kelembagaannya. Kuroda juga menyampaikan kecenderungan saling ketergantungan di Asia sehingga memunculkan kerjasama kawasan (regionalisme) yang menguat. Sementara itu, pandangan kritis disampaikan oleh Toyoo Gyhten yang mempertanyakan sampai kapan "kesuksesan" tersebut berlangsung, mengingat perbedaan di antara negara Asia sehingga menyulitkan regionalisme. Profesor Rouibini menyebutkan perlunya menjaga keseimbanyan antara sektor keuangan dan non keuangan, sehingga dapat terus melanjutkan pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007