Islam moderat yang berkembang di Indonesia, menurut Adnan, terbukti mampu membangun konstruksi antaragama dalam perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan negara Islam meski mayoritas, sekitar 80 persen, penduduk negara ini beragama Islam.
"Kemampuan Indonesia untuk membangun suatu sistem solidaritas antaragama dan suatu sistem perlindungan terhadap minoritas sehingga bisa duduk bersama dan bisa berdialog itu jarang terjadi," kata Adnan di Jakarta, Kamis.
Fakta itulah menurut dia yang membuat banyak negara internasional terinspirasi dan ingin belajar Islam moderat dari Indonesia untuk membangun perdamaian di negara masing-masing.
Adnan mencontohkan, belakangan ini di setiap forum pertemuan internasional ulama, baik yang diselenggarakan NU atau lembaga lain, hampir seluruh perwakilan negara Timur Tengah dan Eropa selalu hadir.
"Itu menunjukkan bahwa Indonesia ini luar biasa. Sesuatu yang menurut mereka menarik untuk dipelajari," kata Adnan yang pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PBNU itu.
Bahkan, kata dia, atas permintaan banyak negara di Timur Tengah, NU sudah membuka cabang di beberapa negara seperti Afghanistan, India, dan Pakistan, juga beberapa negara di Afrika Utara.
"Itu fakta bahwa mereka benar-benar ingin meniru Indonesia dalam memelihara kerukunan dan kedamaian hidup bernegara," katanya.
Dikatakannya bahwa Indonesia dengan keragaman yang dimiliki sudah mempraktikkan sebagai negara "darussalam" atau negara yang aman dan itu menjadi modal untuk membangun peradaban.
Oleh karena itu, ia mengimbau kelompok-kelompok radikal untuk tidak terus menerus menyerang dan menyebarkan propaganda negatif di Indonesia, apalagi bermimpi mendirikan negara Islam di negara ini.
"Kalau negara lain saja betah dan mau belajar kepada Indonesia, kenapa justru orang Indonesia sendiri yang mempermasalahkan hal tersebut," kata Adnan.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017