Kabul (ANTARA News) - Korban tewas akibat serangan di rumah sakit militer di Kabul, oleh sejumlah pria bersenjata yang menyamar sebagai petugas medis, bertambah menjadi 49 orang, sementara puluhan lainnya menderita luka, kata seorang pejabat kesehatan senior pada Kamis.
Salim Rassouli, direktur pengelola rumah sakit di Kabul, mengatakan bahwa 49 orang telah tewas dalam serangan di rumah sakit militer Sardar Mohammad Khan pada Rabu, dengan korban luka mencapai sedikitnya 63 orang.
Hingga kini masih belum diketahui jumlah pasti korban luka, mengingat seorang pejabat keamanan memberikan keterangan berbeda dengan angka lebih dari 90 orang.
Sebelumnya perkiraan korban tewas adalah sekitar 30, sementara yang terluka 50-an.
Sejumlah pria bersenjata masuk ke rumah sakit berkapasitas 400 ranjang tersebut, sebelum menembaki para dokter, pasien dan pengunjung. Mereka sempat terlibat aksi saling tukar peluru dengan pasukan keamanan selama beberapa jam dalam operasi yang diduga dilakukan oleh kelompok ISIS tersebut.
Para penyintas bercerita mereka harus bersembunyi di sejumlah ruangan untuk menghindar dari pelaku yang membawa senjata otomatis dan granat tangan. Para pelaku memulai aksi setelah salah seorang di antara mereka meledakkan diri.
Mohammad Nabi, seorang dokter di rumah sakit yang selamat dengan luka patah tulang kaku, mengatakan bahwa, pada awalnya, sulit baginya memahami apa yang terjadi saat para pelaku yang mengenakan pakaian serba putih mengeluarkan senjatanya dan mulai menembak dengan membabi buta.
"Kami sangat terkejut saat menyaksikan senjata laras panjang AK 47 di tangan mereka mulai mengeluarkan peluru. Mereka membunuh para pasien di ranjang dan juga membunuh para dokter," kata Nabi.
Serangan yang terjadi di rumah sakit militer terbesar di Kabul tersebut, yang terletak di seberang jalan kantor Kedutaan Amerika Serikat, membuktikan peringatan awal dari pihak keamanan mengenai potensi peningkatan intensitas serangan teror di Kabul pada tahun ini.
Dewan Keamanan PBB langsung mengeluarkan kecaman terhadap serangan tersebut dan mendesak agar komunitas internasional bekerja sama dengan pemerintah Afghanistan untuk menangkap pelaku dan mencegah terulangnya peristiwa tragis tersebut.
Sejumlah anggota ISIS, yang dipercaya merupakan mantan anggota kelompok Taliban di Pakistan (TPP), kini berhasil membangun sebuah basis militer di Provinsi Nangarhar yang berbatasan dengan Pakistan.
TPP harus menghadapi serangan ganda dari induk organisasi sendiri, Taliban, dan juga pasukan pemerintah, demikian Reuters melaporkan.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017