LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan

Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berpendapat potensi adanya intimidasi dan ancaman terhadap mereka yang mengetahui kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP senilai Rp5,9 triliun atau bahkan menjadi saksi dalam persidangan itu, cukup tinggi, karena melibatkan nama-nama besar politisi, pejabat dan mantan pejabat di negeri ini.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Kamis, mempersilakan saksi atau pihak-pihak lain yang mengetahui kasus ini namun takut mengungkapkannya ke penegak hukum akibat intimidasi atau ancaman, untuk mengajukan perlindungan LPSK.

"Kita menilai potensi intimidasi dan ancaman dalam kasus KTP elektronik cukup tinggi. LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan," kata Abdul Haris.

Kasus korupsi, menurut Semendawai, adalah salah satu dari tujuh kasus prioritas yang ditangani LPSK sesuai amanat Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. Kehadiran LPSK di antaranya untuk membantu mengungkap dan memberantas korupsi di Indonesia, dengan memastikan terpenuhinya hak-hak saksi, pelapor (whistleblower), saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator), dan ahli.

Pada sidang awal yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus korupsi KTP elektronik baru mendudukkan dua orang terdakwa, yaitu mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.

Namun, isyarat dari KPK, kasus ini berkembang dan ada pelaku lain selain kedua terdakwa yang disidangkan. Kedua terdakwa sudah mengajukan diri menjadi juctice collaborator dengan membantu penegak hukum memberikan keterangan seluas-luasnya.

"Kita apresiasi terdakwa yang bersedia membantu penegak hukum dengan memberikan keterangan untuk membongkar keterlibatan pihak lain," kata Abdul Haris Semendawai.

Pewarta: Syaiful hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017