Sidoarjo (ANTARA News)- Penurunan lapisan tanah (land subsidence) di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo, menjadi salah satu penyebab "over topping" (lumpur meluber melebihi atas tanggul) dan jebolnya tanggul utama yang belakangan ini sering terjadi hampir setiap hari. Deputi Operasional Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Sofyan Hadi, mengemukakan itu, Sabtu, berdasarkan data penelitian Pertamina, penurunan tanah terjadi di sebelah Utara pipa yang pernah pecah 22 November 2006 lalu. Penurunan sekitar 1,5 meter dan terus bergerak. Dalam laporan tersebut disebutkan juga wilayah yang mengalami "subsidence" dalam pola daerah berbentuk elips radius 2,8 km hingga 1,5 km. "Hampir bisa dipastikan, salah satu penyebab seringnya tanggul jebol dan `over topping` adalah penurunan lapisan tanah. Untuk itu dalam jangka pendek ini` kita akan melakukan penguatan tanggul dan dalam jangka panjang akan kita lakukan mekanisasi dengan pendekatan pertambangan, dimana lumpur akan dikelola dan dialihkan ke laut," tuturnya. Keyakinan yang sama juga dikemukakan pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo. Menurut dia melalui radio Suara Surabaya, ada empat kemungkinan penyebab "over topping" dan jebolnya tanggul, yakni karena hujan yang deras, tanggul tak cukup kuat menahan tekanan lumpur, "land subsidence", dan volume semburan meningkat. "Dugaan saya cukup kuat, ini karena `land subsidence`. Ini bisa dilihat dari pantauan citra satelit dan penglihatan visual. Sebenarnya lebih akurat dengan GPS. Secara visual kita bisa melihat bagaimana tanah di bagian Utara pusat semburan itu kian lama ambles. Lihat saja, atap pabrik PT CPS (pabrik jam--Marsinah) di Siring itu kan masih terlihat, sedangkan `fly over` Siring yang ada di sebelah Utara sudah tenggelam oleh lumpur," paparnya. Menurut Amien, penurunan lapisan tanah, bisa juga dilihat dari semakin banyaknya rumah yang dinding maupun lantainya retak menganga. Retakan itu, membentuk garis lurus mengarah ke pusat semburan. Selain itu, bisa dilihat juga dari berubahnya aliran saluran air. "Karena itu, saya mengimbau BPLS untuk mengungsikan warga yang berada dalam radius `land subsidence`, karena dampak terburuk yang terjadi, yaitu amblesan tanah ini adalah munculnya gas-gas berbahaya dari dalam retakan," ungkapnya, menegaskan. Pantauan di lapangan, rumah-rumah di sekitar pusat semburan memang mengalami retakan. Di Renokenongo, misalnya, bahkan ada satu unit rumah yang kamar mandinya roboh akibat adanya retakan. Sedangkan di Siring Barat, warganya pernah melaporkan adanya retakan besar pada bagian dinding. Saluran irigasi di depan Kantor Desa Reno Kenongo bahkan sudah berubah arah alirannya. Jika sebelumnya mengarah ke Timur, kini mengalir ke Barat, ke arah pusat semburan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007