Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mengusulkan kawasan industri Tanah Kuning, Kalimantan Utara (Kaltara), untuk ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) pada revisi Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN.


Kawasan yang memiliki luas sekitar 10 ribu hektare ini berpotensi menjadi pengembangan industri pengolahan mineral, kelapa sawit, kakao, dan perikanan.


“Dalam tiga tahun ke depan, kami mendorong percepatan pembangunan kawasan industri Tanah Kuning, Kaltara. Apalagi, Kaltara termasuk ke dalam wilayah pengembangan industri di dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Kaltara Investment Forum 2017 di Jakarta, Rabu.


Airlangga, melalui keterangan tertulis Kemenpering, mengatakan lokasi Kaltara cukup strategis karena terletak pada lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) yang merupakan lintasan laut perdagangan internasional serta berada pada kawasan pusat ekonomi dunia masa depan atau pacific rim dan langsung berhadapan dengan negara tetangga.


“Provinsi ini berada di jantungnya pasifik ke arah kanan, di mana 70 persen market ke arah situ baik yang ke Asia utara maupun ke Amerika, jadi lebih dekat. Artinya satu jalur pasifik,” jelasnya.


Selanjutnya, pengembangan kawasan industri Tanah Kuning yang ditargetkan menyerap tenaga kerja sebanyak 60 ribu orang, akan didukung dengan pembangunan infrastruktur memadai seperti pelabuhan internasional, jalan, jembatan, dan bandara.


Selain itu, adanya rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas 6600 mega watt di Kecamatan Long Peso, Kabupaten Bulungan dengan nilai investasi sekitar Rp170 triliun.


“PLTA tersebut akan selesai dibangun pada tahun 2020, direncanakan menjadi yang terbesar di Indonesia dan bisa memenuhi suplai listrik untuk seluruh pulau Kalimantan,” ungkap Airlangga.


Pembangunan PLTA ini dijalankan oleh PT Kayan Hydro Energi dengan melibatkan investor asing.


Menperin juga mengungkapkan, kawasan industri Tanah Kuning yang berada di Kecamatan Tanjung Palas Timur, tepatnya pada zona industri dan pusat kota Kabupaten Bulungan memiliki beragam potensi sumber daya alam yang cukup melimpah khususnya energi terbarukan.


Misalnya, untuk mineral dan energi, antara lain batu gamping (654 ribu ton di Malinau), pasir kuarsa (1 miliar ton di Nunukan), Sirtu (2,5 juta ton di Nunukan), batu bara (970 juta m3/tahun), dan emas. Sedangkan, untuk potensi perkebunan, meliputi kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tebu, kapas, tembakau, jagung, dan padi.


Di samping itu, yang juga patut diperhatikan adalah potensi alumina dan bauksit di pulau Kalimantan agar dapat dimanfaatkan secara optimal.


“Dengan ditunjang oleh pembangunan PLTA, diharapkan mampu menyediakan energi listrik yang murah dan kompetitif untuk industri khususnya industri alumina dan turunannya,” imbuh Airlangga.


Sebelumnya, Menperin meminta PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk menambah investasi ke Kaltara karena potensi aluminium di daerah tersebut cukup besar. Di samping itu, ekspansi dilakukan untuk mendekati sumber energi, yakni PLTA di Kaltara.


“Selama ini, Inalum bisa survive karena untuk energy cost dapat harga murah. Di dalam perusahaan ada pembangkit listrik besar, yang harganya sekitar tiga sen dolar AS," tuturnya.


Dapat disampaikan, Inalum merupakan salah satu perusahaan yang kembali berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah sebelumnya dikuasai Jepang.


Dalam proyek kerja sama Indonesia-Jepang, Inalum mengembangkan PLTA di Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung, Sumatera Utara.


Menperin juga memastikan, hilirisasi dapat cepat tercapai jika industri mendapatkan harga energi murah, khususnya listrik dan gas. Pasalnya, industri merupakan sektor lahap energi baik untuk bahan bakar maupun produksi.


“Mendapatkan harga murah, juga karena dekat sumber energi,” ujarnya.


Gasifikasi batu bara


Menperin berharap, kawasan industri Tanah Kuning dapat dibangun sebagai klaster pengembangan industri smelter dan industri gasifikasi batu bara.


“Di Kalimantan memiliki banyak batu bara dengan kalori rendah, yang dapat dikembangkan untuk memproduksi gas dimetil eter yang bisa menggantikan gas liquefied petroleum gas (LPG) sehingga impor bahan baku gas tidak lagi diperlukan,” jelasnya.


Menurut Airlangga, pengembangan gasifikasi batu bara di Indonesia sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri pupuk dan petrokimia.


“Dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk dan metanol. Bahkan, gasifikasi merupakan salah satu energi alternatif yang bisa digunakan untuk industri,” tegasnya.


Sementara itu, Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Irianto Lambrie mengatakan, Kaltara Investment Forum ini merupakan perhelatan promosi Kaltara ke mata dunia internasional. Tak hanya menggaet investor lokal, namun juga menyasar sejumlah investasi asing, khususnya industri padat energi.


“Diperlukan pemanfaatan energi berbasis konservasi. Kaltara memiliki potensi sumber daya alam (SDA) energi yang melimpah, khususnya keberadaan beberapa sungai besar di Kaltara,” ungkapnya.


Gubernur juga menekankan bahwa setiap daerah di Kaltara harus mendukung dan mempersiapkan wahana untuk “dijual” kepada investor. Termasuk, wahana yang akan mendukung geliat investasi di Kaltara, baik sarana maupun prasarana yang ada.


Beberapa potensi yang telah ada seperti sarana dan prasarana infrastruktur pendukung, antara lain Bandara Juwata Tarakan yang menjadi pintu gerbang Kaltara, pelabuhan laut, rencana KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), masterplan KBM (Kota Baru Mandiri), rencana Jembatan Bulan (Bulungan-Tarakan), Peta Potensi SDA, rencana pengembangan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Kayan, Peta Potensi Pariwisata, serta TNKM (Taman Nasional Kayan Mentarang).


Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017