Tapi kami percaya reaksi pasar akibat The Fed naik tidak akan ekstrem, sudah `priced in` (menyesuaikan). BI selalu berada di pasar tetapi tetap terukur."

Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan cukup signifikan cadangan devisa menjadi 119,9 miliar dolar AS pada Februari 2017 dinilai akan memitigasi risiko dari ketidakpastian ekonomi global, terutama risiko dari semakin dekatnya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve.

Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy di Jakarta, Rabu, mengatakan cadangan devisa yang bertambah tiga miliar dolar AS tersebut dibanding Januari 2017, disebabkan mantapnya kondisi net ekspor terutama ekspor migas, dan stabilnya nilai tukar rupiah sehingga tidak banyak membutuhkan intervensi moneter BI.

"Cadangan devisa dapat melawan kondisi risiko dari eksternal (external headwinds) ke depannya karena levelnya sudah lebih dari kebutuhan minimum impor tiga bulan," kata Leo dalam paparan risetnya.

Leo menambahkan posisi cadangan devisa juga dapat menutup kebutuhan minimal impor dan larinya dana asing secara tiba-tiba sekitar 90 miliar dolar AS.

Cadangan valuta asing di BI juga akan bertambah jika sudah memasukkan nilai dari perjanjain "Swap" Indonesia dengan beberapa negara yang nilainya 83,1 miliar dolar AS.

Swap merupakan kerja sama pertukaran yang dilakukan oleh otoritas di masing-masing negara untuk melindungi nilai penjualan ekspor, modal yang ditanamkan atau dipinjam di luar negeri dari kerugian akibat fluktuasi kurs mata uang.

"Lebih lanjut cadangan valas dapat naik jika memasukkan perjanjian swap Indonesia dengan beberapa negara senilai total 83,1 miliar dolar AS," kata Leo.

Dalam keterangan resminya, BI menjelaskan penambahan devisa karena faktor penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas.

Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Riza Tyas mengatakan pada Maret 2017 memang ada risiko terhadap cadangan devisa karena BI perlu mengantisipasi volatiltas kurs rupiah mengingat The Federal Reserve kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuannya.

"Tapi kami percaya reaksi pasar akibat The Fed naik tidak akan ekstrem, sudah priced in (menyesuaikan). BI selalu berada di pasar tetapi tetap terukur," ujar dia.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017