Jakarta (ANTARA News) - Perlawanan hukum yang akan dilancarkan warga Meruya Selatan terkait rencana eksekusi lahan seluas 78 hektar sah karena sesuai dengan aturan hukum, kata kuasa hukum warga Meruya Selatan, Amir Syamsuddin. "Itu diatur dalam hukum acara perdata," katanya di Jakarta, Sabtu. Menurut Amir, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (KUHA Perdata) diatur tentang upaya perlawanan hukum pihak tertentu yang merasa dirugikan untuk melakukan perlawanan hukum. "Hal itu ada dalam ketentuan perlawanan terhadap penetapan eksekusi," kata Amir. Amir mengatakan warga Meruya akan melancarkan perlawanan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam waktu dekat. Perlawanan itu akan dilakukan setelah konsolidasi antarwarga selesai. Dalam perlawanan itu warga akan menyertakan sejumlah dokumen kepemilikan tanah dan bangunan yang belakangan ini menjadi sengketa. "Warga punya bukti kepemilikan yang kuat," kata Amir. Posisi hukum warga Meruya Selatan, menurut Amir, sangat jelas, yaitu pihak yang dikorbankan akibat sengketa antara dua pihak. Posisi warga sebagai korban diperkuat dengan kenyataan bahwa warga tidak pernah dilibatkan dalam sengketa tersebut. Amir manambahkan, upaya hukum tidak akan ditempuh dengan cara anarkis. Upaya itu akan dilakukan oleh kuasa hukum dan perwakilan beberapa warga. Kegelisahan warga Meruya Selatan muncul setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan pemohon eksekusi, PT Portanigra, yang mengklaim lahan 78 hektar di kawasan tersebut miliknya, sehingga akan dilakukan eksekusi lahan yang sebagian sudah dihuni warga. Keputusan eksekusi, merujuk pada permintaan PT Portanigra dalam sengketa melawan H Juhri bin Haji Geni, Muhammad Yatim Tugono dan Yahya bin Haji Geni. PN Jakarta Barat mengabulkan permohonan eksekusi atas nama pemohon, PT Portanigra. Keputusan tersebut ditetapkan oleh PN Jakarta Barat pada 9 April 2007 yang ditandatangani Ketua PN Jakarta Barat, Haryanto, SH itu berdasarkan putusan PN Jakarta Barat tertanggal 24 April 1997 No.364/PDT/G/1996/PN.JKT.BAR jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tertanggal 29 Oktober 1997 No. 598/PDT/1997/PT.DKI dan jo Putusan Mahkamah Agung tanggal 26 Juni 2001 No: 2863 K/Pdt/1099. Pemilik tanah yang akan terkena eksekusi sebanyak 5.563 kepala keluarga (KK) atau sekitar 21.760 jiwa. Meliputi warga di perumahan karyawan Wali Kota Jakarta Barat, Kompleks perumahan DPR 3, perumahan mawar, Meruya Residence, kompleks perumahan DPA, perkaplingan BRI, kompleks perkaplingan DKI, Green Villa, PT Intercon Taman Kebon Jeruk, perumahan Unilever.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007