Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah termasuk mata pendidikan yang esensial untuk diajarkan sehingga para guru jangan merasa tidak bergengsi bila menjadi pengajar PKn, kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo. "Jangan ragu-ragu dan jangan merasa tidak bergengsi bila menjadi guru Pkn, karena PKn adalah mata pelajaran yang sangat penting," katanya dalam semiloka Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi bagi Guru Pendidikan Kewarganegaraan se-Indonesia di Jakarta, Jumat. Mendiknas memaparkan, PKn adalah salah satu mata pelajaran yang harus mendapat nilai minimal baik agar seorang siswa dapat lulus. Mata pelajaran lainnya antara lain adalah agama, estetika, dan olahraga. Selain itu, lanjutnya, PKn juga memiliki peran sentral dalam membentuk manusia Indonesia yang berkarakter dan tidak terkontaminasi efek negatif globalisasi kini dan pada masa mendatang. Substansi dari PKn bermanfaat pula untuk mengisi sisi kultur dan budaya berdemokrasi di Indonesia. "Ini karena meski Indonesia telah melakukan lompatan kuantum dalam berdemokrasi, tetapi demokrasi di Indonesia masih struktural tetapi kontennya masih belum terbentuk betul," ujar Bambang dan menambahkan, dunia pendidikan adalah salah satu cara yang paling strategis dalam meningkatkan mutu demokrasi tanah air. Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie dalam sambutannya menegaskan, masih banyak warga yang membutuhkan informasi yang intensif mengenai konstitusi dan segala hal yang berkaitan dengannya. "Semakin maju sebuah negara, pada umumnya warga negara itu semakin dituntut untuk lebih mengetahui seluk beluk dari konstitusinya," katanya. Menurut dia, UUD 1945 yang telah diamandemen sekarang ini lebih konkret dalam memberikan perumusan hak dan kewajiban warga negara dibandingkan UUD 1945 yang belum diamandemen. Jimly juga mengatakan, MK akan selalu bertekad untuk dapat melaksanakan empat fungsinya dengan baik, yaitu mengawal konstitusi, mengontrol demokrasi, melindungi hak konstitusional warga negara, dan menafsirkan konstitusi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007