Jakarta (ANTARA News) - Kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, ditargetkan menghasilkan stainless steel hingga tiga juta ton per tahun pada 2018 atau naik dari target tahun ini sejumlah dua juta ton.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan kapasitas produksi bisa meningkat karena beberapa industri pengolahan dan pemurnian (smelter) berbasis nikel di kawasan tersebut telah menyatakan minat perluasan usaha dalam waktu dekat.
“Selain melaporkan mengenai rencana ekspansi stainless steel, mereka juga ingin memproduksi carbon steel. Untuk itu, mereka meminta beberapa fasilitas insentif seperti kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dan masterlist peralatan industri,” katanya usai bertemu Chairman Tsingshan Holding Group Tiongkok, Xiang Gangda serta Duta Besar RRT untuk Indonesia, Xie Feng.
Airlangga, melalui keterangan tertulis, Jumat, menyampaikan bahwa kawasan yang dikelola oleh PT IMIP tersebut juga meminta agar ditetapkan sebagai obyek vital nasional. Diharapkan, status tersebut dapat memberikan jaminan keamanan dan kelancaran bagi investasi dan kegiatan produksi industri, termasuk perlindungan para karyawan.
“Karena investasi mereka cukup besar. Misalnya untuk investasi produksi carbon steel sebanyak 4-5 juta ton per tahun, diprediksi mencapai USD 4-5 miliar,” ungkapnya.
Merujuk data PT IMIP, proyek baru di kawasan industri Morowali yang dilaksanakan pada tahun 2017-2018, antara lain pabrik stainless steel PT Sulawesi Mining Investment untuk kapasitas produksi stainless steel slab sebesar satu juta ton per tahun dengan nilai investasi mencapai USD 62 juta. Selanjutnya, PT IMIP akan membangun PLTU dengan kapasitas 2x350 MW senilai USD 500 juta.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat, kawasan industri Morowali dengan luas 2.000 hektare akan menarik investasi sebesar USD 6 miliar atau mencapai Rp 80 triliun dengan menyerap tenaga kerja langsung sekitar 26 ribu orang dan tidak langsung sebanyak 80 ribu orang hingga tahun 2019.
Target ini akan terealisasi apabila pabrik stainless steel berkapasitas dua juta ton dan beberapa industri hilir lainnya telah beroperasi.
Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan terintegrasi tersebut mencapai 11.257 orang dan untuk tenaga kerja level supervisor atau enjinir sebanyak 1.577 orang.
Sementara itu, diproyeksikan pada tahap kedua periode tahun 2017-2020, penambahan kebutuhan tenaga kerja pelaksana mencapai 10.800 orang dan untuk tenaga kerja level supervisor atau enjinir sebanyak 1.620 orang.
Sebelumnya, Menperin menyatakan, kawasan industri Morowali turut mendorong langkah pemerintah dalam program hilirisasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri.
“Oleh karena itu, di kawasan ini difokuskan pada pembangunan industri pengolahan dan pemurnian mineral logam atau smelter dengan bahan dasar nikel,” jelasnya.
Perkembangan pembangunan industri smelter nikel dan fasilitas pendukung lainnya di kawasan industri Morowali, antara lain telah beroperasinya industri smelter feronikel PT Sulawesi Mining Investment yang berkapasitas 300 ribu ton per tahun sejak Januari 2015.
Pabrik ini didukung oleh satu unit PLTU dengan kapasitas 2x65 MW. Pada tahun 2015, perusahaan telah menghasilkan nickel pig iron (NPI) sebanyak 215.784,11 ton per tahun.
Selanjutnya, sejak Januari 2016, telah beroperasi industri smelter feronikel PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun dan didukung oleh satu unit PLTU berkapasitas 2x150 MW.
Pada awal 2016, perusahaan mencatatkan produksi sebanyak 193.806 ton. Sebagai tahap lanjutan dari PT. Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry, saat ini juga telah dilakukan commissioning test pabrik stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton per tahun.
Selain itu, terdapat pula industri smelter feronikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dengan target kapasitas 600.000 ton per tahun dan stainless steel sebanyak 1 juta ton per tahun yang tahap pembangunannya saat ini mencapai 60 persen.
PT. Indonesia Ruipu Nickel and Chrome yang merupakan smelter Chrome juga masih dalam tahap pembangunan dengan progress 60 persen, yang diharapkan pada awal tahun 2018 pabrik ini dapat mulai berproduksi.
Industri smelter lainnya, yakni PT. Broly Nickel Industry. Pabrik Hidrometalurgi ini memiliki kapasitas nickel matte sebanyak 2 ribu ton per tahun, yang akan dikembangkan menjadi 8 ribu ton per tahun nikel murni sedang dalam uji coba produksi.
Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017