Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) menilai terjadi anomali pada harga gula di dalam negeri yang masih tinggi pada kisaran Rp7.000 per kilogram, karena harga gula internasional saat ini sedang menurun. "Harga gula di dalam negeri seharusnya sejak Maret 2007 sudah berada pada kisaran Rp6.500 per kilogram, karena harga gula internasional cenderung menurun," kata Ketua APEGTI, Natsir Mansur, kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, saat ini harga gula internasional sekitar 320 dolar AS per ton turun dibanding Maret 2007 yang mencapai sekitar 345 dolar AS per ton (FOB- Free on Board). Menurut Natsir, seharusnya dengan harga 345 dolar AS per ton saja ditambah biaya lain seperti bea masuk, pajak, bongkar muat, dan revitalisasi (dana subsidi) petani, dan biaya susut serta margin, harga eceran gula impor per kilogram hanya sekitar Rp5.400. "Namun, harga gula tersebut pada Maret justru naik mencapai Rp7.500 per kilogram, bahkan saat ini masih bertengger di sekitar kisaran Rp7.000an per kilogram," katanya. Padahal, lanjutnya, siklus konsumsi gula di Indonesia yang ketergantunganimpornya masih tinggi, pada Januari sampai Mei, konsumsi gula domestik dipasok dari impor, karena belum masuk musim giling tebu. "Kalau sudah memasuki Juni-Juli baru kita mengkonsumsi sebagian besar gula domestik, karena sudah masuk musim giling," ujarnya. Berdasarkan data yang diolah APEGTI dari Foreign Agricultural Sevices, Official USDA, Indonesia mengimpor 1,8 juta ton gula, sedangkan produksi gula nasional mencapai sekitar 2,1 juta ton dan konsumsi mencapai 3,85 juta ton. Menurut Natsir, tingginya harga gula impor di dalam negeri diatas harga wajar akibat monopolistiknya impor gula yang hanya diberikan kepada lima BUMN sebagai importir terdaftar. Padahal kelima BUMN tersebut yaitu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, X, dan XI, serta PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) serta PT Perusahaan Perdagangan Indonesia tidak memiliki jaringan distribusi yang kuat ke daerah. "Kami mengharapkan pemerintah khususnya Menteri Perdagangan mengkaji ulang tata niaga impor gula yang hanya memberi ijin impor kepada perusahaan tertentu," ujar Natsir. Menurut dia, impor dan distribusi gula sebaiknya diserahkan kepada para pengusaha daerah yang pastinya memiliki jaringan di daerahnya masing-masing sehingga anomali harga gula bisa ditekan. Menanggapi bagaimana dengan subsidi terhadap petani tebu, Natsir mengatakan petani akan tetap disubsidi dan perlu lebih diberdayakan agar produktivitasnya meningkat dan bisa bersaing disamping dukungan revitalisasi pabrik gula yang kebanyakan sudah tua. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007