Yogyakarta (ANTARA News) - Alasan di Pulau Jawa sering longsor adalah karena tanah di pulau ini labil sehingga sering memicu pergerakan tanah yang mengakibatkan longsor, kata peneliti dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Agus Setyo Muntohar.

"Potensi tanah longsor itu bisa dikatakan 60 hingga 70 persen terjadi di lereng-lereng Pulau Jawa. Labilnya itu karena tanah di Jawa merupakan tanah residu dan banyak pelapukan," kata dia di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, jenis tanah residu itu adalah hasil letusan gunung berapi. Tanah residu yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan atau punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi.

"Faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan tanah tersebut meliputi beberapa hal, di antaranya kondisi geologi, kemiringan lereng, dan tata guna lahan," kata Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Pada umumnya, kata dia, gerakan tanah banyak terjadi di lereng tersusun oleh tanah residu yang merupakan pelapukan dari batuan dasar berupa breksi vulkanik dan pasir tufaan berumur kuarter.

"Untuk memprediksi tanah longsor dapat menggunakan pendekatan deterministik-probabilistik. Sistem pemantauan dan peringatan itu berperan untuk mengurangi dampak dari aktivitas longsor," katanya lagi.

Ia mengatakan, sistem monitoring (pemantauan) dan warning (peringatan) tanah longsor itu berperan mengumpulkan informasi. Sistem ini bisa digunakan untuk menghindari atau mengurangi dampak longsor.

Jadi, sistem yang dibuat bisa memprediksi ketika akan terjadi bencana tanah longsor, dengan cara memperhatikan kemiringan tanah, pengaruh rembesan hujan, dan kuantitas curah hujan.

"Selama ini di Indonesia belum ada sistem prediksi tanah longsor, dan yang ada alat atau warning system ketika sudah terjadi tanah longsor," kata Agus.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017