Banda Aceh (ANTARA News) - Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mengemukakan bahwa Bupati Simeulue, Darmili, dan Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Simelue (PDKS), Yazid, diduga menyuap salah seorang staf Badan Planologi Departemen Kehutanan senilai Rp190,6 juta untuk pelepasan lahan hutan bagi PDKS. Koordinator Badan Pekerja GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahyuddin di Banda Aceh, Jumat, menyatakan, indikasi kuat adanya suap sebagaimana surat yang dikirimkan Bupati Darmili dengan nomor surat 522/4185/2007 untuk percepatan proses izin pelepasan kawasan hutan dalam upaya meringankan mereka berdua dalam persidangan pengadilan. Surat itu dibuat pada saat Darmili menjadi terdakwa I dalam kasus perambahan hutan di Kabupaten Simelue, sedangkan Yasid terdakwa II. Proses persidangan tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Akhiruddin menyatakan, pada surat tersebut, Darmili juga menginformasikan bahwa pada 10 November 2006 atas permintaan staf Badan Planologi Departemen Kehutanan, PDKS telah mentransfer dana sebesar Rp190,6 juta ke rekening No. 102.00.90036341 atas nama Siti Romlah pada Bank Mandiri Cabang Gedung Pusat Departemen Kehutanan di Jakarta. Dana itu untuk keperluan biaya pengajuan terpadu dalam rangka pelepasan kawasan hutan atas nama PDKS di Kabupaten Simelue, Provinsi Aceh. Ia menyatakan, kuat dugaan praktek berindikasi suap yang dilakukan kedua terdakwa itu adalah upaya nonformal untuk memperoleh izin pelepasan lahan hutan bagi keperluan PDKS. Praktek suap ini, diperankan salah satu staf Badan Planologi Kehutanan yang benama Siti Romlah. Hal ini tentunya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo UU no, 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai pegawai negeri yang menerima suap. GeRAK Aceh juga telah melaporkan kasus ini ke Kajati Aceh pada 3 Mei 2007, namun staf Kajati tidak mau menandatangani berita acara serah terima laporan yang diajukan GeRAK. Bahkan mereka juga menyatakan "jera" dengan laporan yang diberikan oleh GeRAK Aceh, karena setiap kasus yang dikirimkan selalu dipertanyakan, sehingga membuat repot staf Kajati yang bertugas untuk menanggapi kasus-kasus yang dilaporkan itu, katanya. Kasus proses persidangan terdakwa Darmili dan Yazid tersebut kini telah memasuki pada tahap perlawanan terhadap Keputusan Sela dari PN Banda Aceh ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, setelah eksespsi (pembelaan) mereka ditolak.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007