"Untuk kepentingan pengobatan perseorangan dengan pemasukan obat tanpa izin edar dari luar negeri dan dikirim melalui pos atau jasa pengiriman barang, konsumen dapat menggunakan izin SAS," kata Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea Cukai Robert Leonard Marbun dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Robert menjelaskan penggunaan izin SAS yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) itu dimungkinkan apabila obat tersebut sulit didapatkan di Indonesia dan dibutuhkan segera, terutama bagi pasien penyakit tertentu.
"Setelah mengantungi izin ini, petugas Bea Cukai akan langsung mengeluarkan obat-obatan tersebut," kata Robert.
Robert mengharapkan dengan pemanfaatan izin SAS, kebutuhan obat dapat terpenuhi dan masyarakat bisa memperoleh pengobatan yang lebih baik.
BPOM mensyaratkan bahwa seluruh obat yang masuk ke Indonesia telah memiliki izin edar, memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor, dan mendapat persetujuan dari Kepala BPOM berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang hanya berlaku untuk satu kali pemasukan.
Selain itu, BPOM juga tidak mengizinkan importasi obat secara perseorangan, karena saat ini SKI dari Kepala BPOM hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang mengedarkan produk impor.
Pengawasan atas importasi obat merupakan tugas yang diamanatkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari instansi pemerintah yang terkait dengan kesehatan di Indonesia, seperti Kementerian Kesehatan dan BPOM.
Pengawasan terhadap importasi obat diperlukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari bahaya penggunaan yang tidak tepat dan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, manfaat, dan keamanan atas barang impor.
Saat ini setiap obat impor yang masuk ke Indonesia harus mendapat izin terlebih dahulu dari Kementerian Kesehatan dan BPOM, karena obat termasuk jenis barang yang dibatasi impornya.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017