Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPRD Tingkat I Timor Timur Armindo Soares Mariano tidak yakin Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste mampu mengungkap kebenaran dalam kerusuhan di Timor Timur 1999. Armindo yang diundang dalam jajak pendapat ketiga yang diselenggarakan KKP, di Jakarta, Kamis mengatakan KKP seharusnya tidak hanya melihat masalah yang dihadapi Timor Timur saat terjadi kerusuhan saja pada 1999, tetapi secara menyeluruh sejak Timtim merdeka. "Seharusnya KKP tidak hanya merujuk dokumen yang ada, tetapi juga mengkaji surat-surat maupun buku yang dikeluarkan tentang Timor Timur," katanya dalam pemaparannya. Ia juga mempertanyakan keberimbangan KKP dalam melaksanakan tugasnya. Meski demikian ia berharap KKP dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Menanggapi pendapat Armindo tersebut, Komisioner KKP Wisber Lois mengatakan keraguan mantan ketua DPRD tingkat I tersebut merupakan sebuah tantangan bagi KKP. Wisber menambahkan, sebelumnya telah banyak pendapat dari berbagai pihak yang meragukan kinerja KKP. "Boleh saja ragu itu kan suatu tantangan untuk kita agar hasilnya nanti tidak diragukan," katanya. KKP diprakarsai Pemerintah Timor Timur dan Indonesia yang dibentuk atas kesepakatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao pada 11 Agustus 2005. KKP telah menetapkan 14 kasus prioritas untuk diperiksa dan mengkajian ulang (review) terhadap empat dokumen utama, yaitu laporan KPP HAM, dokumen pengadilan ad-hoc HAM, laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR Timor Leste), dan dokumen Panel Khusus untuk Kejahatan Berat. Sementara itu, dalam dengar pendapat hari kedua pada Kamis (3/5), Armindo juga mengatakan keberatannya terhadap pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timur. Menurutnya, DPRD tidak pernah dilibatkan dalam keputusan untuk melaksanakan jajak pendapat. Secara pribadi, Armindo mengaku tidak setuju diadakannya jajak pendapat yang justru akan mengadu domba masyarakat Timor Timur. "DPRD tidak pernah dilibatkan dan tiba-tiba saja diputuskan untuk dilakukan jajak pendapat. Seharusnya kan tidak begitu," katanya. Ia juga mengatakan menemukan kecurangan-kecurangan yang dilakukan The United Nations Mission in East Timor (UNAMET) dalam menjalankan jajak pendapat. "Waktu penerimaan staf lokal UNAMET, saya tidak setuju karena tidak adil dan yang direkrut hanya orang-orang pro kemerdekaan saja," katanya. Dalam dengar pendapat ketiga ini, KKP mengundang 16 pengamat, saksi, dan terduga terlibat dalam kerusuhan di Timor Timur pada 1999. Dengar pendapat dilaksanakan selama 4 hari yaitu 2-5 Mei. Selain mengadakan dengar pendapat KKP juga melakukan pencarian dan verifikasi fakta melalui pengambilan pernyataan. Menurut Ketua KKP Banjamin Mangkoedilaga terdapat setidaknya 300 orang yang terlibat dalam peristiwa kerusuhan di Timor Timur pada 1999. Namun tidak semuanya diundang dalam dengar pendapat yang direncanakan diadakan sebanyak enam kali.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007