Hal itu penting dilakukan karena banyak perusahaan yang sengaja dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kejahatan, kata Arminsyah dalam sambutannya pada Pelatihan Aparat Penegak Hukum yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Tangerang Selatan, Banten, Senin .
"Contohnya paper company atau perusahaan cangkang yang tujuan utamanya sebagai tempat pencucian uang dan untuk menghindari pajak, ataupun perusahaan pendamping yang tujuannya hanya untuk mengakali proses pemenangan lelang/tender," katanya.
Arminsyah mengatakan tindak pidana yang dilakukan korporasi atau corporate crime dapat membawa kerugian bagi negara dan masyarakat.
Lebih lanjut ia menuturkan, korporasi juga acapkali menjadi tempat untuk menyembunyikan harta kekayaan hasil tindak pidana namun jarang sekali tersentuh proses hukum dalam pertanggungjawaban pidana (criminal liability).
"Padahal Undang-Undang telah menempatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi yang dapat dimintai pertanggungjawaban," katanya.
Merespon fenomena tersebut, kata Arminsyah, Kejaksaan telah menerbitkan Peraturan Jaksa Agung Nomor: Per-028/A/JA/10/2014 yang mengatur tentang Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi. Peraturan yang diterbitkan tanggal 1 Oktober 2014 tersebut bukan semata-mata sebagai panduan dalam penanganan perkara pidana dengan subjek hukum korporasi, namun juga sebagai optimalisasi tuntutan pidana tambahan.
Ia menerangkan, komitmen Kejaksaan dalam penanganan perkara korupsi yang melibatkan korporasi tidak terbatas pada penerbitan regulasi dan kebijakan, melainkan juga telah dilakukan secara nyata.
Korps Adhyaksa telah melakukan penyidikan, penuntutan maupun eksekusi terhadap korporasi yang korup.
Ia mencontohkan penanganan perkara PT Giri Jaladhi Wana (Banjarmasin), PT Asian Agri Group (Jakarta), PT Indosat Mega Media (IM2) (Jakarta), PT Puguk Sakti Permai (Bengkulu), PT Beringin Bangun Utama (Bengkulu), PT Putra Papua Perkasa (Papua Barat), PT Kakas Karya (Papua Barat), PT Proxima Convex, PT. Shalita Citra Mandiri, PT Mitra Multi Komunic, dan PT Ekspo Kreatif Indo (Sumatera Utara).
Belum lama ini, Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 tahun 2016 yang mengatur mengenai tata cara pemidanaan terhadap korporasi, dengan menetapkan batasan istilah dalam pengaturannya.
JAM Pidsus mengatakan, peningkatan integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum menjadi kunci keberhasilan untuk mewujudkan keadilan sekaligus kepastian hukum serta kemanfaatan bagi masyarakat.
Penguatan dan kerja sama antar para penegak hukum perlu ditingkatkan melalui pelatihan bersama guna mewujudkan kesamaan cara pandang dan pola pikir dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.
"Saya mengapresiasi kegiatan pelatihan bersama aparat penegak hukum mengingat perkembangan modus operandi tindak pidana korupsi saat ini semakin terstruktur, sistematis dan masif," katanya.
Pelatihan bersama ini melibatkan 172 aparat penegak hukum yang terdiri dari 40 penyidik Polda Banten, 40 penyidik dan penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Banten, 11 auditor BPKP Banten, 10 auditor BPK Banten, 12 penyidik Bareskrim Polri, 2 jaksa pada Jampidsus Kejaksaan Agung, 50 penyidik polisi militer TNI, 2 fungsional penyidik OJK, 3 penyidik KPK dan 2 pemeriksa PPATK.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017