Sebagai delik materiil, penetapan tersangka terhadap Dahlan harus berdasarkan hasil audit yang menyatakan ada kerugian negara pada kasus mobil listrik ini. Dan institusi yang berwenang mengaudit atau menghitung kemungkinan adanya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Adanya surat edaran dari Mahkamah Agung tanggal 9 Desember 2016 yang menyatakan bahwa satu-satunya institusi yang berwenang untuk menghitung dan mengumumkan adanya kerugian negara hanya BPK. BPKP dan lain-lain itu tidak punya kewenangan," kata Yusril.
Hal tersebut dikatakannya seusai menghadiri sidang praperadilan yang diajukan Dahlan Iskan sebagai pihak pemohon terhadap Kejaksaan Agung sebagai pihak termohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Dalam kasus pengadaan mobil listrik yang juga menjerat Dasep Ahmadi itu, menurut Yusril, yang menyatakan adanya kerugian negara ternyata bukan BPK tapi justru Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Tidak pernah BPK lakukan audit terhadap kasus mobil listrik ini. Jadi hasil audit dikaitkan dengan putusan MK bahwa korupsi merupakan delik materil, jadi materil itu harus dihitung pasti ruginya berapa dan yang berwenang menghitung itu adalah BPK," tuturnya.
Menurut Yusril, telah terjadi perubahan hukum soal putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah secara fundamental delik korupsi dari delik formil jadi delik materil sehingga tidak bisa otomotis kliennya itu ditetapkan tersangka.
"Apa yang sudah didakwakan kepada Pak Dasep karena hukum sudah berubah tidak bisa otomatis diberlakukan kepada Pak Dahlan. Jadi, Kejaksaan Agung menyatakan Pak Dahlan sebagai tersangka berdasarkan alat-alat bukti yang digunakan dalam perkara Pak Dasep," ucap Yusril.
Sementara sidang perdana praperadilan Dahlan Iskan ditunda sampai Senin pekan depan dikarenakan pihak termohon dalam hal ini Kejaksaan Agung tidak hadir sampai pukul 13.00 WIB.
"Termohon belum hadir atau tidak mengutus perwakilan karena itu sidang kami tunda sampai minggu depan. Kami akan panggil lagi Kejaksaan Agung sebagai termohon, selanjutnya agar pemohon hadir kembali tanpa dipanggil lagi," kata Hakim Tunggal Made Sutrisna yang memimpin sidang praperadilan Dahlan Iskan.
Terkait ketidakhadiran Kejaksaan Agung itu, Yusril mengatakan bahwa hal tersebut telah merugikan kliennya karena sidang praperadilan yang berjalan hanya satu minggu.
"Sidang praperadilan itu butuh waktu yang cepat, dalam waktu satu minggu saja hakim sudah putuskan. Ini ditunda sampai minggu depan kami berharap minggu depan Kejaksaan Agung jangan cari alasan tidak datang lagi," kata Yusril.
Sebelumnya, Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka pengadaan mobil listrik setelah menerima salinan putusan kasasi MA yang menghukum pihak swasta pengadaan mobil tersebut, Dasep Ahmadi.
Dasep Ahmadi merupakan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama ditingkat pertama divonis 7 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp17,1 miliar atau diganti hukuman 2 tahun penjara.
Mahkamah Agung menyebutkan dalam putusan kasasi Dasep Ahmadi bahwa pembuatan 16 mobil listrik itu tidak melalui tender sesuai ketentuan Kepres 54 Tahun 2010 tetapi dengan penunjukan langsung atas keputusan Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN.
Proyek pembuatan mobil listrik itu sendiri dimaksudkan untuk dipamerkan dalam KTT APEC, dengan maksud menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia telah mampu membuat mobil listrik, kendaraan ramah lingkungan.
Dalam pelaksanaannya, Dahlan menunjuk Dasep, Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama yang ternyata dalam pembuatan "prototype" menggunakan chasis dan transmisi mobil Hino serta mesin Toyota yang dimodifikasi tanpa rekomendasi ATPM.
Karena hanya disulap, proyek mobil listrik tersebut gagal dan menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp17.118.818.181.
Bahkan MA menyebutkan Dahlan terlibat atau secara bersama-sama atas perbuatan yang dilakukan oleh Dasep Ahmadi tersebut.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017