Jakarta (ANTARA News) - Indonesia perlu meningkatan daya saing di tengah pertarungan pasar bebas, baik pada tingkat regional maupun global, salah satunya dengan memacu penumbuhan wirausaha dan pembangunan industri nasional, yang memerlukan sinergi aksi dari seluruh bangsa, termasuk kontribusi generasi muda.
“Banyaknya penduduk kita yang akan masuk usia produktif, harus disikapi dengan tersedianya iklim usaha yang sehat. Kami berharap tumbuh pengusaha muda bermunculan dalam memanfaatkan bonus demografi tersebut,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di UPN Veteran, Jakarta, Sabtu.
Sebagai gambaran, Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografi pada tahun 2020-2030. Bonus demografi adalah jumlah angkatan kerja dengan usia 15-64 tahun mencapai 70 persen. Sedangkan, 30 persen penduduknya berusia tidak produktif, yaitu usia 14 tahun ke bawah dan di atas 65 tahun.
Dalam hal ini, Menperin mengajak para mahasiswa UPN Veteran selaku generasi muda Indonesia untuk berbisnis dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Kementerian Perindustrian telah membangun e-smart IKM untuk memfasilitasi bagi para perintis usaha. Sistem terintergasi tersebut akan memudahkan produsen dan konsumen bertransaksi dengan gadget-nya masing-masing,” katanya melalui keterangan tertulis.
Perlu diketahui, setiap negara membutuhkan sekitar dua persen wirausaha dari jumlah penduduknya agar perekonomiannya dapat stabil dan maju. Sementara populasi wirausaha di Indonesia, baru mencapai 1,65 persen.
Hal tersebut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2014-2019, yaitu penumbuhan populasi industri dengan menambah sekitar 9.000 unit usaha industri berskala menengah dan besar, dengan 50 persen tumbuh di luar pulau Jawa dan tumbuhnya industri kecil sebanyak 20.000 unit usaha.
“Saat ini, sesungguhnya industri di Indonesia berada pada posisi yang unggul dan diperhitungkan di dunia,” tegas Airlangga.
Capaian ini berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) tahun 2016, yang menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-10 atau di atas negara Inggris, Rusia, dan Meksiko.
Oleh karena itu, Kemenperin terus mendongkrak potensi industri dalam negeri. Misalnya, memperdalam struktur dan rantai nilai manufaktur melalui hilirisasi agar meningkatkan nilai tambah atas setiap sumber daya alam yang dihasilkan.
"Kami juga sedang mendorong pengembangan sepuluh industri padat karya yang berorientasi ekspor seperti industri alas kaki, industri pengolahan ikan dan rumput laut, industri furniture kayu dan rotan, serta industri kreatif,” sebutnya.
Menperin menegaskan, upaya-upaya tersebut akan didukung dengan penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri.
Selain itu, dilakukan lewat pelatihan industri berbasis kompetensi yang dikembangkan dengan sistem 3 in 1 (pelatihan-sertifikasi-penempatan kerja), dan pemagangan industri.
Di samping itu, pemerintah juga akan memfasilitasi kemitraan antara industri dan perguruan tinggi dalam kerja sama kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pengetahuan dan teknologi yang dapat diaplikasikan untuk memperkuat daya saing industri nasional.
Hal ini sesuai mandat Nawacita untuk memberikan fasilitas fiskal dan non-fiskal untuk mempromosikan Hak Atas Kekayaan Intelektual nasional di pasar global.
Diharapkan, riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi tersebut akan menghasilkan berbagai inovasi yang menunjang daya saing industri nasional. Selain itu, diperlukan riset yang kompetitif untuk mendorong hilirisasi industri sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat dan pasar saat ini.
"Inovasi dibutuhkan untuk mengefektifkan proses produksi atau meningkatkan produktivitas serta menurunkan biaya produksi,” ujar Airlangga.
Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017