Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 45 persen masyarakat Indonesia mengaku tidak siap untuk membeli properti dikarenakan harganya yang dinilai terlalu tinggi disamping alasan lain seperti memiliki satu rumah saja sudah cukup, demikian survei situs rumah.com.
"Harga memang menjadi salah satu pertimbangan penting bagi konsumen dalam membeli hunian. Meski demikian, proyek-proyek perumahan saat ini juga memiliki daya tarik luar biasa karena pemerintah memberi dukungan lewat proyek infrastruktur yang sedang dibangun atau siap beroperasi tahun ini," kata Country Manager Rumah.com Wasudewan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Alasan tersebut disampaikan para responden survei untuk menjawab pertanyaan mengapa mereka tidak membeli properti.
"Rumah.com Property Affordability Sentiment Index" merupakan survei tahunan yang dilakukan oleh rumah.com bekerja sama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura, dengan total 1.030 responden yang dilakukan pada bulan November-Desember 2016.
Salah satu proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah dan ikut mempengaruhi harga properti adalah tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang selama lebih dari 20 tahun mangkrak dan kini dilanjutkan kembali, serta tol Semarang-Salatiga.
"Saat proyek infrastruktur ini nanti mulai beroperasi, harga properti pun akan ikut bergerak naik. Inilah yang harus dipahami oleh para pencari properti sehingga dapat menilai harga hunian dalam jangka panjang pula," katanya.
"Rumah.com Property Affordability Sentiment Index" juga mencatat bahwa 46 persen masyarakat Indonesia merasa bahwa pemerintah telah melakukan usaha yang cukup baik untuk membantu para pencari properti mewujudkan hunian idaman.
Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang mencapai 36 persen. Ini adalah respon positif masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam membantu mewujudkan hunian idaman masyarakat.
Pemerintah, katanya, memang telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk membantu masyarakat memiliki rumah. Dimulai dari penurunan batasan uang muka kredit perumahan atau Loan To Value (LTV), penyederhanaan regulasi bagi pengembang, program sejuta rumah hingga amnesti pajak.
"Sehingga pengusaha menilai bahwa masyarakat memiliki harapan tinggi terhadap dampak amnesti pajak terhadap industri properti yang lebih bergairah dan harga yang lebih terjangkau," tambahnya.
Survei Harga Properti Residensial di Pasar Primer dari Bank Indonesia selama Triwulan IV/2016 yang dirilis bulan Februari 2017 ini juga mengungkapkan bahwa sejumlah faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR (19,91 persen), uang muka rumah (18,39 persen), perijinan (16,15 persen), pajak (13,76 persen) serta kenaikan harga bangunan (13,54 persen).
Hasil survei ini juga mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen properti (77,22 persen) masih memilih Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai fasilitas utama dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial. Jumlah ini meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (Triwulan III/2016) yaitu sebesar 74,77 persen.
Konsumen agar lebih cermat dalam menentukan pilihan. Masyarakat urban yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengunjungi proyek perumahan satu per satu, dapat memanfaatkan teknologi virtual 3D yang telah diterapkan oleh Rumah.com, sebagai contoh bisa diakses melalui http://bit.ly/2m6Eium.
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017