Indonesia tidak boleh kalah dan mengalah oleh arogansi Freeport. Seluruh komponen bangsa dan kekuasaan negara harus satu suara, demi kewibawaan bangsa dan kedaulatan perekonomian nasional."
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti hukum lembaga kajian PARA Syndicate Agung Sulistyo menekankan negara tidak boleh kalah atau mengalah dalam proses negosiasi dengan PT Freeport Indonesia.
"Indonesia tidak boleh kalah dan mengalah oleh arogansi Freeport. Seluruh komponen bangsa dan kekuasaan negara harus satu suara, demi kewibawaan bangsa dan kedaulatan perekonomian nasional," ujar Agung di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan dengan mengubah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia menjadi bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) maka posisi pemerintah yang tadinya setara dengan PT Freeport Indonesia kini menjadi lebih tinggi.
Kini Freeport harus mengantongi izin dari pemerintah dalam beroperasi.
Peneliti PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengemukakan negosiasi antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia merupakan pintu masuk bagi pemerintah untuk mengembalikan kepercayaam rakyat Papua.
Menurut Ari, kewajiban bagi PT Freeport Indonesia untuk melepaskan saham atau divestasi saham 51 persen harus digunakan bagi kemakmuran rakyat Papua.
Kegiatan produksi konsentrat (emas, perak, dan tembaga) oleh PT Freeport Indonesia kini sedang memasuki babak baru ketika Pemerintah Indonesia menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti kontrak karya.
IUPK tersebut memposisikan pemerintah sebagai pemberi izin menjadi lebih kuat dari korporasi sebagai pemegang izin. Selain itu, pemerintah juga mewajibkan pemegang izin untuk mendivestasi 51 persen sahamnya kepada pemerintah.
Namun, lantaran tidak ingin beralih status menjadi IUPK dan bersikukuh mempertahankan status Kontrak Karya (KK), Freeport hingga saat ini menghentikan aktivitas produksi sehingga menyebabkan banyaknya PHK.
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika memastikan jumlah karyawan PT Freeport Indonesia dan perusahaan-perusahaan kontraktornya yang dirumahkan bahkan diberhentikan terus bertambah.
Bertambahnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tersebut sebagai dampak dari terhentinya seluruh aktivitas produksi perusahaan itu, kata Kepala Disnakertrans-PR Mimika Septinus Soumilena di Timika, Jumat.
"Itu sudah pasti. Setiap hari ada saja data yang masuk soal pengurangan karyawan. Ini situasi dan kondisi yang benar-benar memilukan," ujarnya.
Hingga Rabu (23/2), total karyawan Freeport dan perusahaan-perusahaan kontraktor serta privatisasinya yang sudah dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.087 orang.
Dari jumlah itu, sebanyak 70 orang merupakan karyawan permanen PT Freeport (sebanyak 30 orang diantaranya merupakan tenaga kerja asing) dan sisanya merupakan karyawan 18 perusahaan yang terlibat langsung dalam menyuplai kebutuhan pertambangan baik dari sisi teknikal, peralatan maupun sumber daya manusia.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017