Surabaya (ANTARA News) - Manajemen Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (Jatim) siap mengelola Kesatuan Pengusahaan Sutera Alam (KPSA) di Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang selama ini dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. "Memang ada rencana untuk dipindahkelolakan dari Unit I Jateng ke Unit II Jatim. Kalau rencana itu direalisasikan, Unit II Jatim siap," ucap Hubungan Masyarakat (Humas) Perum Perhutani Unit II Jatim, Murgunadi, di Surabaya, Kamis. Apalagi, lanjutnya, Perum Perhutani Unit II juga pernah menangani persuteraan alam yang dikembangkan di Pare, Kediri. Untuk pengembangan sutera di Perum Perhutani, Kesatuan Pengusahaan Sutera Alam (KPSA) milik Perum Perhutani di Soppeng akan diubah bentuk organisasinya menjadi bagian dari Kesatuan Bisnis Mandiri. Agar lebih efektif, KPSA itu akan dipindahkelolakan dari Perhutani Unit I Jateng ke Perhutani Unit II Jatim. Selain itu, usaha persuteraan juga akan ditingkatkan dengan mengaktifkan kembali mesin-mesin pemintalan yang telah ada, memperluas kebun tanaman murbei di masyarakat dan membina pengembangan sutera alam di wilayah Perum Perhutani lainnya, termasuk di wilayah Jabar yang sedang dikembangkan mulai 2005. Menurut Murgunadi, sutera alam akan menjadi fokus ketiga dalam pengembangan produk hasil hutan non-kayu setelah gondorukem dan lak. Mengutip data dari Perum Perhutani Pusat, ia mengemukakan bahwa seluruh hasil hutan non kayu Perum Perhutani baru menyumbangkan pendapatan sekitar 23 persen dari penghasilan Perhutani yang pada 2006 mencapai sekitar Rp2 triliun. Ia menilai, prospek pengusahaan sutera alam diperkirakan cukup cerah, mengingat produk bahan sutera masih merupakan andalan, terutama untuk pakaian jadi bernuansa mewah untuk acara-acara penting dalam kehidupan sosial. China yang sementara ini menjadi produsen sutera terbesar di dunia, telah mengembangkan bahan sutera alam untuk produk-produk bermutu yang laku di pasaran internasional. Ia mencontohkan, disela pertemuan bilateral Direksi Perhutani dengan pengusaha gondorukem di China pertengahan tahun lalu, diperoleh informasi harga produk jadi sutera di pusat industri sutera Beijing, piyama sutera sekitar Rp750 ribu per stel, T-shirt Rp1 juta per potong, sprei lengkap dengan selimut sutera ukuran "King" hampir Rp6 juta per set.Murgunadi mengungkapkan, Persuteraan Alam (PSA) Perum Perhutani dimulai pada 1965, dengan menanam pohon Murbei (Morus sp.) di areal bekas tebangan Jati di wilayah Unit I Jateng sebagai percontohan program "prosperity approach", untuk meniadakan kemungkinan gangguan keamanan hutan akibat tingkat sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan yang rendah.Dari hasil evaluasi tahun 1968, ternyata hanya dua lokasi PSA yang dianggap dapat diteruskan, yaitu PSA Regaloh di KPH Pati, dan PSA Wonogiri di KPH Surakarta. Daerah-daerah lain dipandang kurang cocok, karena iklimnya tidak menunjang, disamping dana yang diperlukan juga sangat besar. Pada tahun 1975 kemudian didirikan Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) di Candiroto KPH Kedu Utara. PPUS Candiroto mulai beroperasi tahun 1975 sebagai penghasil bibit telur ulat sutera yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sementara itu, persuteraan alam di Perum Perhutani Unit II Jatim sejalan dengan yang dilakukan di Jateng. PSA yang ada sekarang di Pare, KPH Kediri. Di daerah tersebut, terdapat tanaman murbei seluas 300 ha dan satu unit pabrik pemintalan semi otomatis. Tanaman murbei yang cukup baik terdapat di Gerbo, Malang Utara, dan Sumberingin. Karena keadaan lingkungan di Pare kurang baik untuk tanaman murbei (tinggi diatas permukaan laut 100 m) dan sering mendapat gangguan abu dari gunung berapi, maka ada pemikiran untuk memusatkan seluruh kebun murbeinya di Gerbo, sedangkan di Pare hanya tinggal pabrik pemintalannya saja, demikian Murgunadi. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007