Jakarta (ANTARA News) - PDIP menilai pertemuan beberapa fraksi DPR di Jakarta pada Rabu (2/5) yang antara lain membahas masalah reshuffle (perombakan) kabinet, menunjukkan ketidakdewasaan para politisi itu untuk melihat persoalan bangsa karena reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. "Kami memang tidak mendapat undangan. Itu betul-betul ketidakdewasaan para politisi dalam melihat persoalan bangsanya," kata Sekjen PDIP Pramono Anung pada diskusi "Amandemen Konstitusi Untuk Kepentingan Siapa", di Jakarta, Kamis. Sejumlah pimpinan fraksi DPR seperti Ferry Mursidan Baldan dan Iskandar Mandji dari Fraksi Golkar, Zulkifli Hasan (F PAN), Syarif Hasan (FPD), Imam Chudori (FPKB), Rusman Ali (FPBR), Jamaludin Karim (PBB) serta Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud pada Rabu (2/5) mengadakan pertemuan. Ketua Fraksi FPD Syarif Hasan mengaku pertemuan antar fraksi dilakukan antara lain untuk konsolidasi dan bertukar pikiran untuk mendukung pemerintah atas rencana reshuffle kabinet dalam waktu dekat. Pramono mengatakan kalau ada pertemuan fraksi-fraksi dan membahas soal menteri maka hal itu sudah overlapping (tumpang tindih) dan campur tangan lembaga yang tidak mempunyai kewenangan untuk hal tersebut. Karena itu, Pramono menyesalkan pertemuan tersebut. "Ini perlu disesalkan praktik-praktik politik yang tidak dewasa masih terjadi di Republik Indonesia," katanya. Menurut Pramono, kalau memang ada reshuffle maka harus sepenuhnya diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanpa harus ada campur tangan dan tekanan dari siapa pun. PDIP, katanya, sebagai partai opisisi akan selalu berpendapat bahwa Presiden melakukan reshuffle bukan karena mengganti orang yang sakit jantung atau mengganti orang yang bermasalah dan bukan dalam rangka akomodasi politik. Tetapi reshuffle harus dilakukan karena kebutuhan untuk melakukan perbaikan kinerja atas dasar kapasitas, kemampuan seseorang dan tidak lagi bersifat tarik-menarik kepentingan partai pendukung atau bukan partai pendukung. "Sebagai partai oposisi, kami tidak mempunyai keinginan untuk campur tangan dalam reshuffle. Tapi penguatan sistem demokrasi ini menjadi penting. Karena itu Presiden tidak boleh ditekan oleh siapa pun, termasuk menyatakan Sugiharto (Menneg BUMN, diganti) atau bukan. Saya tidak masuk dalam persoalan nama," katanya. Disinggung apakah ada implikasi pertemuan tersebut, Pramono merasa yakin tentunya ada. Karena bagaimanapun Presiden selalu memperhitungkan dukungan partai yang ada di parlemen". Namun seharusnya dalam sistem presidentil, Presiden perlu mengabaikan hal itu karena Presiden sudah dipilih rakyat sehingga mendapat legitimasi yang kuat. "Jika reshuffle tidak dilakukan dengan terobosan yang baik maka yang akan menanggung risiko adalah Presiden sendiri," katanya. Ia mengatakan, sisa waktu pemerintahan saat ini tidak terlalu lama yakni tinggal 2,5 tahun lagi, dan mulai 2008 sudah mulai mempersiapkan diri untuk pemilu dan pada Mei tahu ini dilakukan pembahasan mengenai RUU paket politik, sehingga kalau dilakukan reshuffle dan tidak memuaskan publik maka akan menjadi bumerang bagi Presiden Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007