Jakarta (ANTARA News) - Proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta yang kini sedang berjalan dinilai mustahil dibatalkan karena melanggar berbagai ketentuan.
"Tidak hanya itu. Juga, berpotensi digugat, menyedot anggaran negara yang besar untuk ganti rugi, serta kontraproduktif bagi seluruh pihak yang terlibat, " kata Pakar Teknik Lingkungan dan Ahli Tata Air Perkotaan dari Universitas Indonesia Firdaus Ali saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Firdaus Ali, seluruh pihak yang terlibat di situ, termasuk sebagian besar masyarakat nelayan yang mendukung dan berharap banyak dari proyek tersebut.
Padahal, lanjut Firdaus Ali, proyek reklamasi yang disinergikan dengan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau dulu dikenal dengan istilah Tanggul Laut Raksasa ini justru akan membawa manfaat besar bagi Penataan dan Pengembangan Teluk Jakarta baik secara lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Di bidang lingkungan, proyek itu akan turut memperbaiki ekosistem pantai Jakarta yang puluhan tahun sudah rusak parah akibat beban pencemaran yang baik mengalir melalui 13 sungai/kali maupun yang dibuang langsung ke badan air di Teluk Jakarta.
Di bidang sosial, reklamasi akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar karena terbuka luas berbagai lapangan pekerjaan baru.
"Karena direncanakan dengan matang proyek ini, juga akan mampu menyelamatkan masyarakat Jakarta dari ancaman banjir rob akibat naiknya muka air laut dan tingginya laju penurunan muka tanah yang mencapai 12 sentimeter per tahun, " katanya.
Sedangkan, tegasnya, dari sisi ekonomi, proyek reklamasi disamping untuk meningkatkan daya tampung dan daya dukung ruang Jakarta sebagai ibu kota, juga akan dapat melahirkan sentra pertumbuhan baru yang dapat mendorong produk domestik Jakarta dan Indonesia.
"Ini seperti Teluk Tokyo di Jepang yang kondisinya sekarang jauh lebih baik, " katanya.
Ia menjelaskan saat belum direklamasi, kondisi Teluk Tokyo lebih buruk dari Teluk Jakarta saat ini.
Namun, setelah reklamasi dilakukan, kondisi teluk ini lebih baik. Bahkan, salah satu landasan pacu Bandara Internasional Haneda yang merupakan bandara tersibuk di Jepang merupakan hasil reklamasi.
Firdaus bercerita, saat pertama kali dicetuskan, proyek reklamasi di Teluk Tokyo juga mendapatkan penolakan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Pemerintah Jepang bahkan menunggu beberapa tahun karena memberi waktu pihak yang kontra menyiapkan konsep yang lebih baik. Tapi mereka tidak bisa tunjukkan, sehingga proyek reklamasi Teluk Tokyo diputuskan tetap jalan. Dan hasilnya bisa kita lihat," demikian Firdaus Ali.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani menyatakan dukungannya kepada pemerintah untuk kembali melanjutkan proyek pengembangan kawasan melalui reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Menurut dia, pembangunan kawasan di Pantura Jakarta akan memberikan dampak positif yang besar bagi perekonomian nasional.
"Saya melihatnya harus berjalan kembali, tidak bisa dibatalkan sepihak apalagi sebagai pengusaha harus ada win-win solution semuanya, " katanya.
Ia mengatakan reklamasi merupakan hal yang wajar karena di beberapa negara, reklamasi bahkan dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian.
"Proses sudah dijalankan dengan baik dan analisis mengenai dampak lingkungan juga sudah ada. Kadin melihat reklamasi untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Semua negara maju juga melakukan ini," ujarnya.
Selain akan tercipta lapangan pekerjaan baru yang cukup tinggi, tambahnya, juga akan mendukung sektor pariwisata di Kepulauan Seribu.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017