Jakarta (ANTARA News) - Seperti umumnya perumahan mewah, siapa pun yang berkunjung ke sana harus melalui pemeriksaan ketat. Tak terkecuali rumah mewah yang paling tidak memiliki tiga gerbang itu.

Begitu memasuki gerbang pertama tamu niscaya ditanyai hendak ke mana atau hendak menemui siapa.

Rumah itu milik istri Pony Tjandra, Santi.

Pony adalah bos terpidana narkoba Freddy Budiman yang sudah dieksekusi mati. Beruntung Pony hanya divonis 20 tahun penjara, sedangkan untuk kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dijeratkan kepadanya dia diganjar enam tahun penjara.

Rumah seharga Rp17 miliar itu berada di Perumahan Pantai Mutiara Blok R, Kavling 21, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Perumahan model kluster itu memang membuat siapa pun takjub. Bagaimana tidak, dari muka saja sudah membuat keder tamu. Setelah melewati ruang tamu bangunan berlantai dua dan bercat putih menyambung ruang keluarga, dari balik kaca terlihat lautan lepas Teluk Jakarta. Di sana ada dermaga pribadi bagi penghuninya.

Di seberang rumah itu, terlihat kapal pesiar pribadi atau yacht berukuran kecil yang tengah bersandar. Eksklusifnya kawasan perumahan elite itu membuat leluasa para pengedar narkoba yang diduga mendapatkan barang haram itu dari jalur laut.

Saat menaiki lantai dua rumah mewah bercat putih itu, berjejer beberapa kamar yang konon di antaranya ruang karaoke pribadi. Ruang hiburan untuk anak buah Pony.

Namun tak banyak yang bisa melihat apa yang ada di dalamnya karena untuk memasukinya orang harus memiliki kode akses.

Operasional BNN

Kini rumah mewah itu resmi dimiliki Badan Narkotika Nasional (BNN) setelah Senin 20 Februari kemarin Kejaksaan Agung menyerahkannya untuk menunjang operasional badan antinarkotika itu.

Kepala BNN Budi Waseso menyatakan akan memanfaatkan rumah ini untuk mendukung operasional BNN, untuk penegakan hukum kasus narkotika.

Saat serah terima rumah itu, ditandatangani kerja sama antara BNN dengan Kejaksaan. Ini titik terang bagi aparat penegak hukum dalam proses penyitaan barang bukti tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana narkotika.

"Mereka telah memanfaatkan teknologi petugas yang terbatas," kata Budi.

Kejaksaan Agung sendiri menyatakan rumah barang rampasan itu tidak begitu saja diserahkan kepada BNN karena harus melalui dahulu persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Berkat persetujuan Menteri Keuanganlah maka barang-barang rampasan negara yang semestinya dilelang dan hasilnya akan menjadi penerimaan negara itu dapat diubah status pengunaannya," kata Jaksa Agung HM Prasetyo.

Penyerahan aset itu bukan yang pertama kali. Langkah ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memberantas kejahatan narkoba.

Harta lainnya milik Pony adalah satu bidang tanah dan bangunan di Jalan. Rawasari Selatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, dan satu bidang tanah dan bangunan di Jalan Bintara, Bekasi Barat, Bekasi.

Kemudian, tiga bidang tanah seluas 90.512 meter persegi di Blok Cibuluh, Desa Sukaharja, Sukamakmur Bogor, Jawa Barat, sebidang tanah seluas 35.000 meter persegi di Jalan Pangradin, Kampung Kandang Sapi, Desa Pangradin, Jasinga, Bogor dan sebidang tanah seluas 10.000 meter persegi di Jalan Abdul Fatah, Kampung Poncol Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat.

Tak cuma itu, karena masih ada tiga kendaraan roda empat, merek Ford Ecosport wama biru metalik dengan No. Pol B 1279 URO, Toyota Fortuner dengan No. Pol B 393 PS dan Nissan X-Trail No. Pol B 199 STR.

Aset-aset sitaan negara ini secara resmi diserahkan oleh Kejaksaan Agung kepada BNN sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 455/KM.6/2016.

"Rumah di Pantai Mutiara itu milik istrinya Pony Tjandra, Santi," kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Sapto Subrata.

Tanah yang di Bogor, kata dia, akan diubah BNN menjadi tempat rehabilitaasi narkoba. "Bahkan saya dengar juga ada aset milik Santi di Jepara, Jawa Tengah," kata Sapto.

Namun Sapto mengaku tidak tahu menahu soal motor Harley Davidson milik Pony. "Soal itu, tanyakan saja ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara," sambung Sapto.

Rp2,8 triliun

Pada 2006, Pony divonis 20 tahun penjara karena memiliki 57.000 butir ekstasi. Dia dibui di LP Cipinang, namun dari balik teralis penjara dia masih bisa mengendalikan bisnis narkobanya dengan lalu lintas uang Rp100 juta per bulan.

Pada 2014, aksinya itu diketahui. Dia pun dicokok BNN setelah mendapatkan kicauan setelah BNN menangkap sejumlah bandar narkoba, seperti Edy alias Safriady serta dua bandar lainnya, yaitu Irsan alias Amir dan Ridwan alias Johan Erick. Saat ini, Pony dipindahkan ke LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Dari hasil pemeriksaan diketahui seluruh pembayaran hasil berbisnis narkotika dari para bandar ditujukan ke belasan rekening milik Pony yang diperkirakan bernilai Rp600 miliar. Dia pun dikenakan pasal pencucian uang. BNN juga mengamankan iSanti (47) di Perumahan Griya Agung, Cempa Baru, Kemayoran.

Pony dan Santi dijerat dengan pasal 137 huruf a dan b UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 3,4,5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Saya juga kaget waktu ada penangkapan pemilik rumah itu, yang saya lihat mereka diborgol," kata seorang pembantu kompleks perumahan itu yang enggan menyebutkan namanya.

Bahkan kabarnya saat jaringan Freddy Budiman digerebek BNN, adsa pelaku yang kabur menggunakan speedboat, seperti adegan film laga "James Bond", saat didatangi petugas BNN kala itu.

Dari hasil penelusuran BNN dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sindikat narkoba Pony menguasai aset senilai Rp2,8 triliun.

Oleh Riza Fahriza
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017